Bertadarus dengan Alquran Braille Usang

Lina Herlina
06/6/2017 06:58
Bertadarus dengan Alquran Braille Usang
(MI/Bary Fathahilah)

BULAN suci Ramadan kerap dijadikan momentum untuk lebih banyak membaca Alquran atau bertadarus. Demikian halnya yang dilakukan para penyandang tunanetra di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel).

Saat itu musala milik Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC) Kota Makassar di Jalan Arif Rahman Hakim sedang lengang karena bukan waktunya salat. Dari jauh terdengar sayup-sayup suara orang mengaji.
“Audzu billaahi minasy syaithaanir rajim. Bismillahir rahmaanir rahiim,” terdengar suara Herman mulai membaca Alquran braille di tangannya.

Lembar demi lembar Alquran yang jika dilihat orang normal hanya berupa titik-titik itu terus dibacanya, dibantu sentuhan ujung jari. Itu salah satu Alquran braille milik yayasan tersebut yang membantu para penyandang tunanetra memuliakan Ramadan dengan bertadarus.

Selain Alquran braille yang dibaca Herman, tumpukan buku tebal terlihat memenuhi rak di dinding musalah tersebut. Buku-buku besampul putih dan merah itu adalah juz per juz dari Alquran braille. Satu juz Alquran braille bisa berisi 50 hingga 80 lembar kertas ukuran folio.

Membaca Alquran tersebut tidak segampang membaca aksara Arab. Selain butuh pengajar khusus, diperlukan kemauan keras bagi mereka yang ingin belajar mengaji dengan Alquran itu.

“Saya juga belajar menggunakan ini, tetapi tidak bisa cepat. Saya tidak tahu kalau orang normal. Yang saya tahu tulisannya pasti beda. Namun, kami beruntung bisa mengaji dengan bantuan Alquran braille ini. Tanpa ini, pasti kami tidak bisa mengaji,” kata Herman.

Hal yang sama diutarakan Riska dan Kasmir, rekan Herman yang saat itu juga sedang mengaji di musala milik YPAC yang berdampingan dengan Kantor Perhimpunan Tunanetra Republik Indonesia (Pertuni) Sulsel.

Untuk berajar braille, kata Herman, tiap orang butuh waktu berbeda. Saat belajar, ada yang cepat menangkap, ada juga yang lamban. “Ada yang baru seminggu belajar mengaji pakai braille, langsung bisa. Namun, ada juga yang sampai berbulan-bulan,” tuturnya.

Meskipun begitu, mereka bersyukur karena dalam kondisi tidak normal, mereka tetap bisa membaca firman Allah. Bahkan mereka juga bisa menjadi penghafal Alquran.

Sudah usang
Sayangnya, Alquran braille yang tersedia di musala yang terletak di Kelurahan Wala-walayya, Kecamatan Tallo, tersebut sudah usang karena berumur puluhan tahun. Apalagi, setiap Ramadan musala selalu ramai dikunjungi para penyandang tunanetra untuk bertadarus. “Sekarang masih terbilang sepi karena puasa baru seminggu. Pekan depan pasti sudah lebih ramai dari sekarang,” lanjut Herman, Sabtu (3/6).

Alquran-alquran braille yang ada di tempat itu sebagian besar merupakan batuan, antara lain sumbangan dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada 1995. Ada juga bantuan dari Departemen Agama pada dua tahun sebelumnya. Yang terbaru ada satu paket 30 juz bantuan dari Yayasan Penyantun Wyata Guna Bandung.

Harga Alquran braille memang mahal. Harga satu set Alquran braille bisa mencapai Rp1,6 juta hingga Rp1,8 juta. Tiap set berisi 30 buku atau 30 juz, dengan berat masing-masing hampir 25 kilogram.

Puluhan penyandang tunanetra yang tergabung dalam Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni) Sumatra Utara (Sumut) juga mengisi bulan suci Ramadan dengan bertadarus di Kantor DPD Pertuni Sumut di Jalan Sampul, Medan. Mereka melaksanakan pengajian seminggu sekali setiap Kamis. (H-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya
Renungan Ramadan
Cahaya Hati
Tafsir Al-Misbah