Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
PADA ibadah puasa bulan Ramadan, umumnya umat Islam berlomba melakukan ritual peribadatan karena mengharap keuntungan berlipat dari pahala yang dijanjikan Allah swt. Namun pada bulan penuh berkah ini umat diharapkan tidak sekadar melaksanakan ritual ibadah pribadi saja tetapi dapat memberikan manfaat bagi orang lain dan sesame.
“Cara efektif dalam berbagai aktivitas sosial yang bermanfaat salah satunya dengan mengundang orang lain itu hadir di dalam diri kita. Biarkan mereka ikut menikmati indahnya panorama hidup yang kita miliki. Apalagi di bulan Ramadan yang penuh kebaikan dan berkah illahi,” kata Acep Iwan Saidi, budawan yang kini kerap mengisi tausiyah Ramadan di berbagai kegiatan Ramadan dan media sosial, Senin (5/6).
Konkretnya, dosen Fakultas Disain dan Budaya ITB ini mencontohkan jika kita mengundang orang lain untuk ikut mencicipi nikmatnya makanan yang kita santap saat berbuka. “Tetapi, siapa yang dimaksud orang lain itu? Jika kita kaya, mereka tidak lain adalah yang papa. Dan jika miskin, mari terlebih dahulu merasa kaya dengan bersyukur. Sehingga niscaya kita akan selalu melihat ada orang lain yang lebih miskin,” jelas dia.
Dan berbahagialah orang miskin yang bersyukur sebagai tanda keimanannya. Sebab sabda Nabi, orang miskin yang beriman yang akan lebih dulu masuk surga, lebih cepat setengah hari, yang sama artinya dengan 500 tahun waktu dunia (HR. Tirmidji dan Ibnu Majah).
Ketua Forum Studi Kebudayaan ITB ini mengajak umat untuk mengundang orang miskin sebagai tamu istimewa dalam berbuka. "Demi Allah, menjamu tamu itu tindakan sangat mulia."
Mengutip hadis nabi yang diriwayatkan Imam Attabani “Para malaikat tidak akan berhenti mendoakan seseorang yang mengundang makan orang, selama hidangannya masih berada di hadapan mereka, sampai selesai.”
Pada hadis lain Rasul Allah bersabda, “Seburuk-buruk perjamuan makan adalah perjamuan dalam suatu pernikahan, di mana hanya orang kaya yang diundang, sedang orang miskin tidak” (HR Bukhari-Muslim).
“Maka, selamat berbuka bukan hanya dengan sebutir kurma, melainkan bersama mereka yang 'tunabenda.' Barangkali merekalah yang akan membuat makanan berbuka kita menjadi manis," cetusnya.
Acep Iwan Saidi yang akrab disapa AIS ini menjelaskan shaum atau puasa adalah sebuah "ruang jeda" dari hiruk-pikuk keduniawian, sejenak kita harus menarik diri, berkontemplasi, mengevaluasi apa yang kita lakukan di luar Ramadan. Jadi, harus ada upaya internalisasi, membawa seluruh persoalan masyarakat ke renungan diri sebab diri bagian dari realitas sosial itu.
“Sejenak kita ciptakan kesalehan individu, setelah itu kita bawa keluar yang dengan nya diharapkan dapat tercipta kesalehan sosial," ujarnya.
Tentang orang miskin, yang tidak kalah mendesak dientaskan adalah kemiskinan spiritual yang kini terjadi pada diri kita juga dalam setiap elemen bangsa. Maka dengan Ramadan ini bisa menjadi momentum mengurangi kemiskinan spiritual untuk berbagi pada sesama.
Ia mengingatkan terkadang diri kita ini seperti kanak kanak yang harus dimming-imingi. Maka jadikanlah Ramadan ini sebagai upaya formal untuk menciptakan kesalehan individu. Tetapi , harus ada upaya menuju ke tahap berikutnya, yakni menjalankan semua kesalehan individu itu dalam kehidupan "di luar mesjid".
Jika semua melakukan ini otomatis akan tercipta kesalehan sosial. Baik untuk diri sendiri, jika berdasarkan ajaran Islam, dengan sendirinya akan baik untuk semua.
"Dakwah terbaik itu perilaku. Dan itu yang dilakukan para nabi dan pamungkas para nabi yakni Muhammad SAW yang menunjukkan perilaku dan akhlak yang baik kepada umatnya untuk diteladani,” pungkasnya. (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved