Peran Patrialis dan Penyuap kembali Digali

Cahya Mulyana
07/4/2017 08:09
Peran Patrialis dan Penyuap kembali Digali
(Mantan hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar diperiksa sebagai saksi pada kasus yang sama untuk tersangka pengusaha Basuki Hariman. -- MI/Rommy Pujianto)

KPK kembali memeriksa mantan hakim Mahkamah Konstitusi Patrialis Akbar dalam penyidikan tindak pidana korupsi suap kepada hakim konstitusi terkait dengan permohonan uji materi perkara di MK.

“Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Basuki Hariman (BHR),” kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, kemarin.

Dalam percakapan singkat saat keluar dari KPK, Patrialis menyampaikan kedatangannya untuk dimintai keterangan oleh KPK.

“Saya sebagai saksi saja. (Untuk siapa?) Ya, tiga orang itulah,” ujarnya.

Patrialis juga menyatakan pemeriksaan dirinya berlangsung lancar dan tanpa tekanan.

“Kita di KPK ini santai, ya. Jadi enggak usah terlalu stres. Ya pemeriksaan hari ini sudah. Mudah-mudahan segera ada (hasilnya). Mohon doa teman-teman, ya.”

Sebelumnya, Febri menyatakan tiga tersangka dalam tindak pidana korupsi suap kepada hakim MK terkait dengan permohonan uji materi perkara telah mencabut permohonan praperadilan yang mereka ajukan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Ketiga tersangka itu ialah Patrialis Akbar (PAK), Basuki Hariman (BHR), dan Ng Fenny (NGF).

Menurut Febri, Patrialis telah mencabut permohonan praperadilan dalam persidang­an pada Senin (3/4). Untuk tersangka Basuki Hariman dan Ng Fenny, pencabutan disampaikan pada persidangan 31 Maret 2017.

Terima suap
Patrialis ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga menerima hadiah dalam bentuk mata uang asing sebesar US$20 ribu dan S$200 ribu (sekitar Rp2,1 miliar) dari Direktur Utama CV Sumber Laut Perkasa dan PT Impexindo Pratama Basuki Hariman agar permohonan uji materi Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 tentang UU Nomor 41 Tahun 2014 Peternakan dan Kesehatan Hewan dapat dikabulkan MK.

Perkara Nomor 129/PUU-XIII/2015 itu diajukan enam pemohon, yaitu Teguh Boe­diayana, Mangku Sitepu, Gabung­an Koperasi Susu Indonesia (GKSI), Gun Gun Muhammad Lutfhi Nugraha, Asnawi, dan Rachmat Pambudi.

Mereka merasa dirugikan akibat pemberlakuan zone based Indonesia karena pemberlakuan zona itu mengancam kesehatan ternak, menjadikan sangat bebasnya importasi daging segar yang akan mendesak usaha peternakan sapi lokal, serta tidak tersedianya daging dan susu segar sehat yang selama ini telah dinikmati.
UU itu mengatur impor da­ging bisa dilakukan dari negara zone based, tempat impor bisa dilakukan dari negara yang sebenarnya masuk zona merah (berbahaya) hewan ternak bebas dari penyakit mulut dan kuku (PMK), termasuk sapi dari India.

Hal itu berbeda dengan aturan sebelumnya, yakni country based yang hanya membuka impor dari negara-negara yang sudah terbebas dari PMK seperti Australia dan Selandia Baru. Australia merupakan negara asal sapi impor CV Sumber Laut Perkasa.

Patrialis bersama dengan Kamaludin, orang kepercayaannya, dijerat dengan Pasal 12 huruf c atau Pasal 11 UU Nomor 31/1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20/2001 dengan ancaman pidana penjara paling lama seumur hidup atau 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar. (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya