Daerah akan Merajalela

Putri Anisa Yuliani
07/4/2017 06:03
Daerah akan Merajalela
(Grafis/MI)

KEPUTUSAN Mahkamah Konstitusi (MK) mencabut kewenang­an menteri dan gubernur untuk membatalkan peraturan daerah (perda) dikhawatirkan akan membuat perda-perda bermasalah merajalela.

Pada Rabu (5/4), MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap beberapa Pasal UU No 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah, yakni pasal 251 ayat 2, 3, 4, dan 8. Putusan itu mencabut wewenang menteri dan gubernur untuk membatalkan perda kabupaten/kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan. Pembatalan perda selanjutnya menjadi kewenang­an Mahkamah Agung lewat judicial review.

Mendagri Tjahjo Kumolo keberatan dengan putusan MK karena pihaknya telah berupaya memanfaatkan wewenang yang ada untuk menghapus perda-perda yang bertentangan dengan aturan pusat dan yang berpotensi memperlambat birokrasi. Sudah sekitar 3.000 perda bermasalah yang dicabut.

Namun, untuk sementara ia menafsirkan putusan MK itu hanya mencabut kewenangan gubernur untuk membatalkan perda kabupaten/kota yang bermasalah. “Apa pun tafsirnya, pemerintah ini satu, pusat sampai daerah, harus ada sinergi kebijakan. Itu saja intinya yang saya laksanakan,” kata Tjahjo dalam pesan singkatnya.

Direktur Eksekutif Komite Pemantau Pelaksana Otonomi Daerah Robert Endi Jaweng khawatir pemda akan memanfaatkan putusan MK tersebut untuk terus memproduksi perda bermasalah. Menurutnya, MK tidak sensitif dengan perkembangan otonomi daerah dan hanya berpikir bahwa daerah tak akan main-main dalam membuat perda.

“Ini enggak mencerminkan situasi riil di lapangan,” ucapnya saat dihubungi, kemarin.

Robert menegaskan putusan MK harus menjadi momentum bagi pemerintah pusat dan provinsi untuk lebih gigih mengawasi rancangan perda kabupaten/kota. “Jangan main-main lagi. Kemendagri harus mencegah munculnya perda-perda bermasalah di tahap rancangan.’’

Menko Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan putusan MK akan berdampak banyak pada investasi di daerah. Pemerintah pun akan mencari jalan agar tetap melakukan deregulasi.

Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Kadin Indonesia Benny Soetrisno bahkan meng-anggap putusan MK itu ngawur dan bertolak belakang dengan keinginan pusat untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif. “Pemahaman bisnis setiap pemda kan berbeda-beda. Dengan putusan ngawur ini akan banyak regulasi baru yang bertabrakan dengan keinginan pusat, dan pada akhirnya menghambat investasi,” terangnya.

Preventif
Juru bicara MK Fajar Laksono mengatakan, dengan putusan MK tersebut peran Mendagri dan gubernur untuk meniadakan perda bermasalah bisa diperkuat di ranah preventif, yakni saat proses evaluasi rancangan perda kabupaten/kota. Meski tak lagi berwenang menghapus perda kabupaten/kota, Mendagri masih bisa mencabut perda provinsi dan peraturan kepala daerah.

Di lain pihak, daerah menyambut baik putusan MK. “Ini progres yang bagus. Mendagri memang tak berhak membatalkan perda sebagai produk hukum lokal,” tandas Bupati Bojonegoro, Jawa Timur, Suyoto.
Respons positif juga datang dari Ketua DPRD Tuban, Jatim, Miyadi dan Sekda Cirebon, Jawa Barat, Asep Dedi. (Tim/X-8)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya