MA Tidak profesional dan Marwah Dikorbankan

Erandhi Hutomo Saputra
05/4/2017 14:05
MA Tidak profesional dan Marwah Dikorbankan
(ANTARA)

SEKALI lagi, Mahkamah Agung (MA) memperlihatkan tidak profesional dalam mengelola pemerintahan yang berasaskan hukum. Setelah MA membatalkan putusan DPD tentang masa pergantian pimpinan anehnya MA pulalah yang melantik hasil pemilihan yang diwarnai kekacauan dan melawan putusan MA.

Sikap MA ini tentu mengecewakan banyak pihak. Ketua DPD baru Oesman Sapta Odang beserta wakil ketua Nono Sampono dan Damayanti Lubis yang terpilih dalam pemilihan yang cacat hukum itu boleh dibilang sebagai produk dari proses yang tidak lagi memiliki dasar hukum.

Langkah MA untuk tetap mengambil sumpah yang diwakili oleh Wakil Ketua MA Bidang Non Yudisial ini sangat disayangkan. Langkah tersebut juga dapat dipandang bahwa MA seolah-olah menginjak-injak putusannya sendiri yang memutus bahwa Tata Tertib DPD yang menjadi dasar pemilihan Ketua DPD yang berlangsung sebelumnya tidak sah, sebagaimana tertuang dalam putusan MA No. 20 P/HUM/2017.

"Ini sama artinya MA menganulir sendiri putusannya secara tidak langsung. Padahal sesungguhnya saat ini MA sering kali menyatakan sedang mengupayakan peningkatan konsistensi dan kualitas putusan-putusannya," ujar Astriyani, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan di Jakarta, Rabu (5/4).

Dugaan kuat bahwa MA tengah berpolitik juga muncul setelah sehari sebelumnya Putusan MA yang membatalkan putusan DPD tersebut mengandung kesalahan pada bagian yang sangat substansial yang menyatakan mencabut putusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; dan bukan Dewan Perwakilan Daerah. Akibatnya, salah satu pihak yang merasa dikalahkan di dalam DPD berpendapat putusan MA tidak perlu ditaati, meskipun MA segera memperbaiki kekeliruan tersebut melalui renvoi.

"Kesalahan serius seperti ini sangat disayangkan bisa terjadi pada perkara yang sangat penting," ucap Astriyani lagi.

Sikap MA yang mendua justru akan berdampak memperkeruh sengketa internal DPD dan tatanan kelembagaan negara di Indonesia. Mahkamah Agung kini juga dinilai juga merendahkan kewibawaan kekuasaan yudikatif itu sendiri yang seolah-olah mengajarkan kepada publik bahwa putusan pengadilan/Mahkamah Agung dapat diabaikan begitu saja.

Ambivalensi sikap MA juga direspons Komisi III DPR RI yang akan menanyakan perihal pelantikan Pimpinan DPD RI. Anggota Komisi III DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad mengatakan pihaknya akan mempertanyakan sikap MA tersebut. Kenapa mengambil kebijakan hukum dengan ada hal-hal yang bertentangan. Pertama menganulir tetapi ikut melantik," ujar Dasco di Gedung DPR RI, Jakarta

Politikus Gerindra itu menambahkan akan mempertanyakan hal itu saat Komisi III berkunjung ke MA dan diperkirakan akan dilakukan saat masa reses (mulai 18 April 2017 mendatang). Sebentar lagi kan reses. Kita biasanya ada kunjungan ke sana," pungkasnya.(OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya