Mayoritas Anggota Ngotot Ganti Pimpinan

Nuriman Jayabuana
04/4/2017 07:43
Mayoritas Anggota Ngotot Ganti Pimpinan
(Grafis & Foto/MI)

RAPAT Paripurna Dewan Perwakilan Daerah (DPD), kemarin, ricuh dan terus molor untuk mencapai kesepakatan. Lebih dari separuh senator mempersoalkan penundaan agenda pemilihan ulang pimpinan DPD.

Mereka juga menolak legalitas pimpinan DPD yang membuka rapat paripurna. Pasalnya, tata tertib DPD mengatur masa kepemimpinan mereka selama 2,5 tahun dan itu sudah habis sejak 1 April lalu.

Putusan Mahkamah Agung (MA) tidak dihiraukan. “Ini adalah konsekuensi keputusan panitia musyawarah. Pimpinan sementara harus ditetapkan untuk memimpin rapat paripurna,” ujar senator Jawa Timur, Ahmad Nawardi, ketika rapat hendak dimulai.

Permintaan itu ditolak. Narwardi pun berlari mengambil alih podium. Setelah itu, aksi saling dorong dan perseteruan yang begitu bi-sing tak terhindarkan.

Tata tertib yang berlaku mengatur masa jabatan pimpinan DPD selama 2,5 tahun. Sebagian kelompok yang keberatan dengan tata tertib tersebut kemudian mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (MA) .
Hasilnya, pekan lalu MA mengeluarkan amar putusan yang mengembalikan periode masa jabatan pimpinan DPD kembali menjadi lima tahun.

Namun, putusan tersebut memuat kesalahan redaksio-nal. Putusan itu menyebutkan pembatalan tata tertib kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, bukan Dewan Perwakilan Daerah.

Di samping itu, MA merujuk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 dan 2017. ­Padahal, materi yang diujikan merupakan peraturan tata tertib. Kekeliruan itu menjadi pintu masuk bagi senator untuk mempertanyakan legalitas putusan MA.

Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mengungkapkan permasalahan muncul lantaran putusan Mahkamah Agung keluar menjelang akhir masa jabatan pimpinan di ­akhir Maret.

“Maka, pimpinan harus segera ambil sikap yaitu menaati putusan MA. Tapi untuk pergantian pimpinan belum bisa dilakukan karena belum ada perbaikan redaksional putusan MA.”

Senator Bali I Gede Pasek Suardika berpendapat tata tertib DPD tetap berlaku meski ada intervensi putusan MA. DPD perlu terlebih dahulu menetapkan pimpinan sementara terlepas apa pun hasil putus-an Mahkamah Agung.

“Kalau nanti menerima putusan MA itu, ya sudah enggak apa-apa. Tapi semuanya perlu dipimpin pimpinan sementara sebagai konsekuensi.­Acuannya tatib masih berlaku,” tegasnya.

Sebaliknya, Djasarmen, senator dari Kepulauan Riau, mengatakan DPD harus sepakat untuk mematuhi putusan MA dan tidak perlu lagi memperdebatkannya. Ia mengatakan Rapat Paripurna DPD RI yang dilaksanakan kemarin ialah untuk membacakan keputusan MA dan bukan untuk pemilihan pimpinan DPD yang baru. “Tatib itu kewenangannya MA, sudah diperbaiki dan wajib dilaksanakan,” cetus Djasarmen.

Manuver DPD
Nafsu mengambil kekuasaan belakangan ini menguat di kalangan anggota DPD. Tidak hanya soal pembatasan masa jabatan pimpinan, tetapi juga pelebaran sayap ke partai politik. Puluhan anggota DPD masuk partai politik yang notabene pemasok anggota DPR.

Meski begitu, Suardika menyatakan anggota DPD tetap mematuhi kode etik. DPD hanya berusaha melakukan manuver untuk lebih memperkuat posisi tawar di depan DPR.

Menurut Suardika, lemahnya posisi tawar DPD juga disebabkan kegagalan pimpinan saat ini menjalin komunikasi dengan DPR. “Kami berhasil melakukan komunikasi politik dengan DPR pada saat saya menjadi ketua untuk merancang undang-undang,” ujarnya saat berbincang dengan Metro TV, tadi malam. (Nov/Gol/Ant/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya