Proses Hukum Kasus Penodaan Agama Politis

Jay/Mtvn/P-1
04/4/2017 06:45
Proses Hukum Kasus Penodaan Agama Politis
(Grafis/MI)

PERKARA penodaan agama yang mendudukkan Basuki Tjahaja Purnama di kursi terdakwa dinilai lebih kental muatan politis ketimbang menjamin penegakan hukum. Hal itu telihat dari pembuktian para ahli keagamaan di persidangan yang nyatanya tidak memperlihatkan kesepakatan adanya penodaan pada penggalan pernyataan Basuki.

Demikian dikemukakan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Amin Mudzakkir dalam diskusi di Rumah Cemara, kemarin.

Amin menyebutkan sudah mencermati pandangan lima saksi ahli agama yang memberikan kesaksian. “Menariknya, lima orang ini memiliki pandangan yang berbeda.”

Menurut Amin, lima ahli agama dari kalangan Nah­dlatul Ulama terbelah soal ada tidaknya penodaan. Dua ahli berpendapat ada penodaan, tapi tiga lainnya justru menilai sama sekali tidak ada peno­daan agama.

Amin mengaku baru pertama kali menemukan ketidaksepahaman ahli soal isu penodaan. Kondisi ini menguatkan pendapat bahwa sejak awal kasus sangkaan penodaan agama kepada Basuki alias Ahok murni terkait dengan politik pilkada.

“Maka karena tidak ada ketidaksepakatan itu menunjukkan sejak awal ini murni isu politik pilkada. Ini hanya manuver-manuver politik pilkada,” ujarnya.

Persidangan terdakwa Basuki hari ini memasuki sidang ke-17. Sidang kali ini menjadwalkan pemeriksaan terdakwa dan barang bukti sekaligus menandai berakhirnya sesi-sesi pemeriksaan saksi.

Sejak persidangan dimulai pada 13 Desember 2016, puluhan saksi telah dihadirkan. Selain dari kelompok saksi ahli keagamaan Islam, perbedaan pendapat terjadi di kelompok saksi ahli bahasa. Misalnya, kesaksian dari saksi yang dihadirkan JPU, Mahyuni, dan saksi ahli bahasa yang diha­dirkan pengacara Basuki, Rahaju Sutiarti Hidayat.

Mahyuni berpendapat penggunaan kata ‘pakai’ dalam pidato Basuki tidak terlalu berpengaruh dalam arti penodaan agama. Ada atau tidak kata ‘pakai’ Basuki tetap menodakan agama.

Sebaliknya, Rahaju menyatakan kata ‘pakai’ dapat menunjukkan makna berbeda. Alquran bukanlah sebagai sumber kebohongan, melain­kan alat yang bisa dipakai orang tertentu untuk menyebarkan kebohongan. (Jay/Mtvn/P-1)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya