Batasi Politisasi Agama

Christian Dior Simbolon
26/3/2017 21:23
Batasi Politisasi Agama
(MI/Susanto)

PEMANFAATAN agama dalam politik praktis sebaiknya dibatasi. Terlebih, jika agama sekadar digunakan untuk menonjolkan identitas tertentu demi mengejar kekuasaan politik. Jika itu yang terjadi, politisasi agama dapat membuat masyarakat terkotak-kotak.

Hal itu diutarakan Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) di Jakarta, Minggu (26/3) menanggapi menguatnya penggunaan agama dalam aktifitas politik praktis. Agama sebagai identitas terkadang melupakan ajaran propetik agama. Agama lalu muncul sebagai simbol. Masyarakat dikelompokan pada identitas bukan pada tujuan-tujuan bersama. Agama sebagai penjelas identitas politik hanya akan menimbulkan sekat-sekat yang tidak produktif," ujarnya.

Jika penggunaanya berlebihan, Ray menambahkan, politisasi agama bisa memunculkan perdebatan di publik bukan lagi mengenai ideologi dan tujuan-tujuan politik bermanfaat. "Tapi sebaliknya, yang muncul penonjolan keunggulan-keunggulan identitas kelompok keagamaan," imbuhnya.

Namun demikian, Ray tidak menafikan, perlunya politik mendapat sentuhan agama. Dalam hal ini, agama bisa mengambil peran sebagai pondasi bagi masyarakat untuk menyemai semangat menegakkan keadilan, kebenaran dan keberpihakan terhadap kelompok-kelompok yang tertindas.

"Nah, dalam konteks bernegara, menjadikan agama sebagai dasar bagi pencapaian kebenaran, keadilan dan penghormatan bagi manusia dan kemanusiaan ini yang perlu kita dorong. Ajaran yang melihat manusia sebagai manusia, tanpa tersekat identitas keagamaannya," jelasnya.

Diakui Ray, penggunaan agama sulit untuk dibatasi lewat aturan kaku. "Yang utama adalah terus menerus mengingatkan bahwa penggunaan agama sebagai identitas politik bisa berdampak menguatnya ego kelompok. Tugas cendikiawan, pemerintah dan pemuka agamalah yang mengingatkan," tandasnya. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya