Jurnalisme Keberagaman Jaga Toleransi

25/3/2017 11:15
Jurnalisme Keberagaman Jaga Toleransi
(MI/FURQON ULYA HIMAWAN)

JURNALISME keberagaman memiliki peran penting dalam menjaga demokrasi di Indonesia. Apalagi di tengah-tengah publik kini marak aksi intoleran yang merusak kohesi bangsa.

Hal ini diungkapkan Usman Kansong, penulis buku Jurnalisme Keberagaman di Universitas Atma Jaya Yogyakarta, kemarin.

Menurut Usman, problem yang dialami media dalam pemberitaan isu keberagaman masih sering memberikan labeling dan stigma negatif saat menulis sehingga media cenderung memperparah dan ikut menyebarkan kebencian.

"Ada juga media yang takut memberikan isu-isu keberagaman dengan alasan SARA (suku, agama, ras, dan antargolongan," imbuhnya.

Karena itu, ketika dituntut mengambil tugas tersebut, yang terjadi sang pewarta malah menjadikan suasana adem jadi keruh, suasana gerah menjadi panas.

Pemberitaan tentang peristiwa tertentu malah menjadikan negara gawat dan memberangus kedamaian.

Jurnalisme keberagaman, kata Usman, memang merupakan istilah baru. Sebuah perspektif bagi jurnalis untuk meliput isu-isu keberagaman di Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika, seperti ketika jurnalis meliput isu kelompok-kelompok minoritas yang sering menjadi korban oleh kelompok mayoritas, atau isu intoleransi yang belakangan sering terjadi.

Usman yang merupakan Direktur Pemberitaan Media Indonesia, menyampaikan bahwa jurnalisme keberagaman, memiliki karakter berpihak kepada keragaman dan perbedaan, berpihak kepada korban, berpihak kepada minoritas, sensitif gender, menjunjung tinggi HAM, dan berperspektif jurnalisme damai.

Agnes Dwi Rusjiyati, Koordinator ANBTI wilayah Yogyakarta yang hadir sebagai penangkap menyampaikan, selama ini, korban intoleransi juga menjadi korban pemberitaan ketika media dan jurnalisnya tidak memiliki prespektif keberagaman.

Media, lanjut Agnes, harus berani memberitakan isu-isu keberagaman dan membela kelompok minoritas yang sering menjadi korban kelompok mayoritas.

Agnes sepakat media tidak boleh memberikan stigma negatif terhadap korban.

"Media harus melakukan verifikasi dan konfirmasi, jangan sampai korban intoleran menjadi korban pemberitaan," kata Agnes.

Ia menegaskan, jika media tidak memberikan informasi soal isu keberagaman secara benar dan tanpa verifikasi, media telah ikut menyebarkan informasi yang dapat menyulut kebencian dan tidak mendidik masyarakat.

Padahal, lanjut Agnes, dalam isu keberagaman, media harus mengedukasi, mengadvokasi, dan berempati.

"Jadi, media harus menjaga toleransi dengan mengembangkan jurnalisme keberagaman," katanya. (FU/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya