Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
LEBIH dari separuh masyarakat belum mengetahui dengan jelas perihal hajatan besar pemilu serentak 2019. Mereka masih mengira pemilu presiden akan digelar di hari yang berbeda dengan pemilu DPR, DPD, dan DRPD.
Demikian antara lain hasil survei Polling Center dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) terhadap 400 responden di berbagai wilayah Indonesia. Survei untuk mengetahui respons publik terhadap desain RUU Pemilu yang sedang digarap DPR itu dilakukan pada 18 November 2016 - 8 Desember 2016.
"Sebanyak 58% (responden) masih menganggap dilakukan pada hari berbeda. Ini PR kita untuk terus melakukan sosialisasi," ujar peneliti Polling Center Henny Susilowati di Jakarta, kemarin (Kamis, 16/3).
"Mengenai preferensi jumlah calon presiden, sebagian besar pemilih (49%) menginginkan lebih banyak kandidat lebih baik. Namun, kalau soal preferensi jumlah parpol di parlemen, sebagian besar pemilih (57%) ingin parpol lebih sedikit," tandas Henny.
Lebih lanjut, sebanyak 58% responden menilai komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebaiknya berusia di atas 35 tahun, tetapi di bawah 45 tahun. Dalam revisi UU Penyelenggara Pemilu, komisioner KPU dan Bawaslu diusulkan dalam rentang 45-65 tahun.
Berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, calon anggota KPU dan Bawaslu paling rendah berusia 35 tahun.
Perihal e-voting juga ditanyakan dalam survei dan diketahui sebagian besar responden (61%) menganggap e-voting dapat menjaga kerahasiaan pilihan. Namun, di sisi lain 47% responden menganggap e-voting rawan praktik kecurangan.
Peneliti Perludem Heroik Muttaqin Pratama pun meragukan e-voting mampu menjawab persoalan pemilu. Ia mengingatkan Mahkamah Konstitusi (MK) Jerman membatalkan penerapan e-voting karena rawan kecurangan "Begitu juga dengan Belanda dan banyak negara lain yang meninggalkan e-voting," ujarnya.
Terobosan
Heroik mengatakan pemungutan suara di Indonesia sesungguhnya tergolong pemungutan suara paling demokratis. Pemilih tidak hanya datang untuk memberikan suaranya, tetapi juga berpartisipasi aktif mengawasi dengan ikut menunggu hasil penghitungannya.
Menurut Heroik selama ini yang menjadi masalah ialah perihal rekapitulasi berjenjang. Untuk itu solusinya ialah <>e-rekapitulasi. Saat ini, kata dia, KPU RI sudah melakukan terobosan lewat sistem informasi penghitungan (situng). Dengan situng, masyarakat dapat mengetahui hasil pemilu 1x24 jam.
"Ini jadi terobosan yang baik maka rekapitulasi hitung itulah yang menurut kita dapat meminimalisasi adanya pergeseran suara berjenjang," pungkasnya.(P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved