Pemerintah Seharusnya Ikut Menjaga Keberagaman Berbangsa

Putra Ananda
16/3/2017 16:43
Pemerintah Seharusnya Ikut Menjaga Keberagaman Berbangsa
(Ilustrasi Thinstock)

DALAM rangka memberikan informasi mengenai kondisi kekinian perlindungan dan pemenuhan hak atas Kebebasan Berkeyakinan dan Beragama (KBB) di Indonesia, salah satu perwakilan mantan anggota Gafatar mencoba memetakan problematika pelanggaran KBB dan intoleransi di Indonesia. Secara khusus mantan anggota Gafatar merekomendasi agar Pemerintah tetap konsisten terhadap nilai-nilai Pancasila.

"Khususnya nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan, dan UUD 1945, khususnya terkait dengan masalah KBB. Perbedaan pemahaman tidak dijadikan sebagai dasar untuk menghakimi atau melakukan tindak kekerasan," kutipan siaran pers Gafatar, Jakarta, Rabu (16/3).

Pemerintah juga diharapkan dapat memfasilitasi forum dialog lintas keyakinan yang setara dan bermartabat dengan mengedepankan cinta kasih, saling menghargai, dan saling berlomba dalam kebajikan demi keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan bangsa.

APARAT pemerintah dan penegak hukum seharusnya peka dan tegas terhadap aksi intoleran. Demikian salah satu rekomendasi yang disampaikan perwakilan Gafatar, dalam siaran persnya yang diterima Media Indonesia, Kamis (16/3).

Gafatar melihat pihak kemanan belum berbuat banyak terhadap aksi-aksi intoleran yang selama ini dialami anggotanya."Khususnya kepolisian dan TNI yang masih gamang atau tidak sepenuhnya menerapkan perintah dari atas untuk melindungi dan melayani warganya secara adil dalam bidang keagamaan, politik dan ekonomi," ujar pernyataan tersebut.

Bahkan Gafatar mencatat pihak keamanan tidak saja melakukan pembiaran, lebih dari itu ikut melakukan aksi serupa berupa pembatasan kegiatan keagamaan. "Selain itu seharusnya pihak keamanan berlaku adil dan obyektif di bidang hukum tanpa mencampuradukkan agama yang diyakininya."

Untuk itu, Gafatar juga meminta pimpinan agama, MUI dan pemerintah seharusnya mengedepankan langkah-langkah sosial berupa dialog dan mediasi, bukan langkah hukum dengan mengkriminalisasi. Alasannya, dalam kehidupan beragama di negara Indonesia yang multi agama dan aliran, perbedaan keyakinan, perbedaan pemahaman dan penafsiran atas teks-teks kitab suci, dan perbedaan dalam praktik-praktik keagamaan adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari.

"Sehingga munculnya ketidaksukaan pun adalah hal yang wajar. Yang tidak wajar, jika ketidaksukaannya diekspresikan dalam bentuk permusuhan, kekerasan atau ajakan untuk kekerasan," tulisnya.

Sikap ini ditujukan Gafatar terkait dengan peristiwa di kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat dalam tragedi kemanusiaan yang terjadi di awal tahun 2016 lalu. Saat itu beberapa anggota Gafatar didakwa atas pasal penodaan agama dan makar. Padahal mereka adalah korban dari sikap anarkis kelompok intoleran.

"Justru mereka dikriminalisasi sehingga harus mendekam di penjara selama 5 tahun, yang diputuskan oleh Majelis Hakim 10 hari yang lalu di Pengadilan Negeri Jakarta Timur," paparnya.

Negara munurut Gafatar dalam pernyataannya seharusnya memberi perlindungan dan pemenuhan hak atas Kebebasan Berkeyakinan dan Beragama (KBB) di Indonesia. Secara khusus mantan anggota Gafatar merekomendasi agar Pemerintah tetap konsisten terhadap nilai-nilai Pancasila.

"Khususnya nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan, dan UUD 1945, khususnya terkait dengan masalah KBB. Perbedaan pemahaman tidak dijadikan sebagai dasar untuk menghakimi atau melakukan tindak kekerasan," demikian siaran pers Gafatar.

Pemerintah, ujarnya, juga diharapkan dapat memfasilitasi forum dialog lintas keyakinan yang setara dan bermartabat dengan mengedepankan cinta kasih, saling menghargai, dan saling berlomba dalam kebajikan demi keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan bangsa.(OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya