10% Laporan Politik Uang ke Pengadilan

Erandhi Hutomo S
11/3/2017 11:15
10% Laporan Politik Uang ke Pengadilan
(ANTARA/Weli Ayu Rejeki)

KETUA Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad mengungkapkan dari 600 laporan politik uang selama tahapan Pilkada 2017, Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu) hanya bisa memproses di bawah 10% hingga ke pengadilan.

Anggota Gakkumdu (polisi dan jaksa) harus berpangkat minimal tertentu yang memiliki prestasi dan mendapat cuti di luar tanggungan dari lembaganya.

Anggota Sentra Gakkumdu pun perlu mendapat cuti di luar tanggungan selama waktu tahapan pemilu agar dapat fokus menjalankan tugas di Sentra Gakkumdu.

"Sama seperti pileg, pilpres, laporan banyak, tetapi di Gakkumdu lebih sedikit yang masuk ke pengadilan," ujar Muhammad.

Muhammad menyebutkan alasan laporan yang dilimpahkan ke pengadilan sedikit karena tidak sepahamnya jaksa, polisi, dan pengawas pemilu terkait politik uang.

"Antara jaksa, polisi, dan pengawas tidak ketemu pandangannya. Di dalam UU disebutkan harus diputus bersama tiga institusi. Seperti di (Kabupaten) Mesuji sudah ada tersangka, tetapi kejaksaan tidak sependapat dengan kepolisian. Padahal, sudah tersangka," kata Muhammad mencontohkan.

Dari kurang 10% laporan tersebut, mayoritas sudah diputus dan telah berkekuatan hukum tetap.

Seperti salah satu pilkada di Sulawesi Tenggara, aktor politik uang sudah divonis selama tiga tahun.

Dari laporan yang masuk ke pengadilan itu, tidak ada yang melibatkan pasangan calon.

"Tidak ada (calon). Itu tim sukses, tim sukses yang jadi korban," ucapnya.

Sebelumnya kejaksaan juga mengusulkan agar penanganan pelanggaran pemilu dapat cepat dan efektif harus ada upaya limitasi waktu sehingga penanganan pelanggaran dapat cepat dan tuntas.

Dianggap aneh

Saat menanggapi hal itu, peneliti Perludem Fadli Ramadhanil meminta Bawaslu untuk menjelaskan alasan kenapa laporan yang dilimpahkan ke pengadilan hanya sedikit.

"Apakah kekurangan bukti, tidak memenuhi unsur pelanggaran, atau telat waktu itu harus dijelaskan karena praktik politik uang jadi benalu dalam pilkada," jelasnya.

Menurut Fadli, alasan Bawaslu karena tidak adanya satu pandangan tidak bisa dibenarkan.

Bawaslu harus menjelaskan secara hukum karena laporan politik uang merupakan proses penegakan hukum.

"Kalau tidak ada sama persepsi pada sisi mananya, bagaimana kajian hukumnya karena ini proses penegakan hukum harus ada kajiannya."

Untuk itu Fadli mengusulkan agar masalah itu tidak berulang perlu ada pemahaman pidana pemilu kepada polisi dan jaksa sejak awal.

Selain itu, perlu peraturan teknis bersama dalam penegakan hukum pemilu yang lebih detail. Bimbingan teknis juga bisa dilakukan kepada jaksa dan polisi.

Koordinator Nasional JPPR Masykurudin Hafidz menilai alasan Bawaslu aneh.

Bawaslu sebagai leading sector dalam Sentra Gakkumdu seharusnya dapat memaksa pemahaman terhadap pidana pemilu.

"Kalau mau ditolak, ya ditolak saja, bukan justru mengelak dengan perbedaan persepsi." (P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya