Pers Desak Sidang KTP-E Bisa Disiarkan Langsung

Nur Aivanni
09/3/2017 13:47
Pers Desak Sidang KTP-E Bisa Disiarkan Langsung
(ANTARA)

ADANYA pelarangan penyiaran langsung terhadap persidangan kasus korupsi kartu tanda penduduk elektronik (KTP-e) memunculkan adanya kecurigaan sudah ada intervensi dari pihak-pihak tertentu agar kasus ini tidak banyak diketahui publik. Padahal kasus megakorupsi ini telah merugikan negara (uang rakyat) sekitar Rp2,3 triliun dan koruptornya melibatkan pejabat tinggi negara (eksekutif dan legislatif) serta pihak swasta secara sistematis.

Kecaman dan protes terhadap pelarangan penyiaran langsung sidang korupsi ini sudah datang dari berbagai pihak, termasuk Perwsatuan Wartawan Indonesia (PWI), Aliansi Jurnalis Independen (AJI), pegiat antikorupsi hingga pengamat politik. Keputusan yang dibuat oleh pihak Pengadilan Tipikor sepengetahuan Mahkamah Agung ini memang terkesan berbeda dengan kasus-kasus korupsi kakap sebelumnya yang bisa disiarkan live.

Menanggapi hal itu, Ketua Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, Kamis (9/3) bertepatan dengan sidang perdana kasus yang sangat memalukan bangsa Indonesia itu digelar, mengatakan persidangan di luar pemeriksaan materi perkara dalam kasus korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (KTP-E) seharusnya bisa disiarkan langsung. Persidangan yang bisa disiarkan live antara lain pembacaan dakwaan, repliek, dupliek, pledoi, putusan sela bahkan pembacaan vonis.

"Kami mengimbau kepada majelis hakim supaya membuka kemungkinan untuk siaran langsung pada sesi-sesi di luar materi perkara. Karena (kasus KTP-E) ini menyangkut hajat publik," terangnya di Gedung Dewan Pers, Jakarta.

Pada kesempatan yang sama, Komisioner KPI Agung Suprio pun mendukung agar persidangan tersebut dilakukan secara terbuka untuk persidangan di luar materi perkara. Persidangan yang disiarkan langsung dimaksudkan agar media mampu mengedepankan fakta dan mengeliminiasi fitnah-fitnah yang sebelumnya sempat muncul di media sosial terkait kasus korupsi tersebut.

Kasus korupsi KTP-E, sambungnya, merupakan kasus yang melibatkan banyak pihak. Untuk itu publik harus tahu siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut. "Kalau sidang ditutup, tidak ada lagi kontrol publik terhadap proses pemerintahan yang selama ini rentan terhadap korupsi," terangnya.

Ketua Umum IJTI Yadi Hendriana menambahkan kasus korupsi KTP-E merupakan kejahatan luar biasa. Untuk itu, publik perlu mengontrol secara langsung jalannya persidangan. "Kami yakin majelis hakim akan mendengar apa yang kita minta bahwa siaran langsung untuk peristiwa yang tidak menyangkut materi," terangnya. Pihaknya pun akan bersurat kepada pengadilan Tipikor dan Ketua MA terkait hal tersebut.

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi AJI Iman Dwi Nugroho mengatakan adanya keputusan untuk melarang siaran langsung pada persidangan kasus korupsi KTP-E menandakan ada pemahaman yang berbeda dari keputusan pengadilan terhadap kebebasan pers. "Ini harus kita jadikan warning, masih ada lembaga publik yang masih berbeda tentang kebebasan pers," tandasnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya