Reformasi Peradilan Berjalan Lamban

Christian Dior Simbolon
09/3/2017 11:02
Reformasi Peradilan Berjalan Lamban
(Ketua Pansel Hakim MK Harjono (kanan) bersama anggota Komisi III DPR M Nasir Djamil menjadi pembicara dalam diskusi di Jakarta---MI/M IRFAN)

KEPERCAYAAN publik terhadap lembaga peradilan terus melorot. Selain diakibatkan perilaku hakim yang sering seenaknya, putusan-putusan lembaga peradilan pun dinilai kerap tidak memenuhi rasa keadilan. Apalagi, tak sedikit hakim dan aparatur peradilan yang kini terjerat korupsi.

Menurut Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril, hulu dari rendahnya kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan ialah pola rekrutmen yang buruk.

Hakim-hakim yang terpilih kerap tidak kompeten dan tidak punya integritas. Alhasil, putusan yang dikeluarkan tidak akuntabel. "Seharusnya tidak ada toleransi terhadap kompetensi dan integritas. Sekarang ini masih banyak hakim yang tidak update aturan dan salah kutip aturan. Ya, menyedihkan. Tapi faktanya memang begitu," ujar Oce dalam diskusi 'Antara Independensi dan Akuntabilitas Peradilan' di Jakarta, kemarin (Rabu, 8/3).

Menurut Oce sejak Era Reformasi bergulir, pembenahan tata kelola peradilan berjalan lambat. Hal itu bisa terlihat dari rendahnya produk legislasi di ranah yudikatif. Setidaknya hanya ada tiga kali revisi terhadap UU yang terkait dengan tata kelola peradilan.

"UU MA diubah sekali, UU Kekuasan Kehakiman sekali dan UU KY. RUU Jabatan Hakim saja sampai sekarang masih belum masuk prolegnas. Kalau dilihat dari sisi legislasi, reformasi peradilan memang terkesan lambat," imbuhnya.

Oce menambahkan Presiden Joko Widodo harus turun tangan langsung memimpin reformasi peradilan. Tanpa ada inisiatif dari pihak eksekutif, kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan bakal terus tergerus.

"Kasus (dugaan korupsi) Sekretaris MA (Nurhadi itu kurang besar apa? Itu levelnya sudah sangat tinggi. Jangan sampai ada yang lebih besar lagi. Sudah saatnya Presiden mengambil langkah untuk memperbaiki peradilan secara menyeluruh. Masyarakat butuh ada akselerasi pembenahan tata kelola peradilan."

Mantan Hakim MK Harjono sepakat persoalan kompetensi hakim harus menjadi salah satu fokus pembenahan. Ia menemukan ada banyak hakim khususnya di tingkat pengadilan negeri dan pengadilan tinggi yang kerap salah kaprah dalam memahami independensi dan imparsialitas hakim.

"Seringkali hakim terjebak kebebasan kekuasaan kehakiman sama dengan kebebasan hakim. Itu bukan kebebasan hakim, melainkan hakim wajib bebas dari intervensi. Kebebasan hakim ini dipandang secara salah. Hakim tidak bisa bebas memutus, tapi harus ada dasar hukumnya dan argumentasinya. Harus akuntabel," jelasnya.

Hilang wibawa
Anggota Komisi III DPR M Nasir Djamil mengakui lembaga peradilan saat ini tengah kehilangan wibawanya. Publik tidak lagi menganggap hakim sebagai seseorang yang patut dihormati karena putusan-putusannya kerap tidak memenuhi rasa keadilan.

"Persoalan di peradilan hari ini masih memprihatinkan. Data KPK, Januari 2017, terdapat lebih dari 40 orang aparat hukum yang ditangkap, dan 15 di antaranya hakim. Dari MA, ada 13 pegawai diduga terlibat suap. Kalau begini, bisakah kita mencari keadilan di benteng terakhir? Tidak heran wibawanya merosot," ujar dia.(P-2)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya