Pelarangan Siaran Sidang Korupsi KTP-E Dikecam

MIOL
08/3/2017 16:24
Pelarangan Siaran Sidang Korupsi KTP-E Dikecam
(thinkstock)

DEWAN Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dan pakar komunikasi mengecam keras larangan siaran langsung sidang pengadilan yang terbuka untuk umum, terutama yang menyangkut kasus korupsi.

Kecaman tersebut merespons pernyataan Humas Pengadilan Tipikor Jakarta yang disampaikan Johanes Priana, Rabu (8/3) yang menegaskan pengadilan Tipikor melarang siaran langsung kasus dugaan korupsi e-KTP. Alasannya Ketua PN Jakarta Pusat sudah mengeluarkan peraturan melarang siaran langsung di lingkungan peradilan Jakarta Pusat.

"Keputusan hakim melarang siaran langsung sidang tersebut bisa memunculkan anggapan pengadilan telah diintervensi kekuatan di luar pengadilan. Ini benar-benar tidak sehat bagi upaya penegakan hukum dan transparan informasi publik, " ujar Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat Ilham Bintang.

Dewan Kehormatan PWI berpendapat, larangan siaran langsung pengadilan yang terbuka untuk umum, selain merupakan pelecehan terhadap kemerdekaan pers, sekaligus juga bertentangan dengan prinsip-prinsip peradilan yang bebas, terbuka dan jujur.

Dewan Kehormatan PWI Pusat menilai, pelarangan siaran langsung termasuk pengkhianatan terhadap semangat dan roh dari KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Untuk itu, Dewan Kehormatan PWI mengingatkan, sesuai dengan aturan hukum yang berlaku sebagaimana diatur dalam KUHAP, apabila sidang dinyatakan terbuka untuk umum, berarti masyarakat atau publik boleh dan dapat mengetahui apa yang terjadi dalam proses persidangan.

"Karena menyangkut nama tokoh dan pejabat penyelenggara negara, publik bisa curiga dan menduga-duga bahwa ada pengaturan hingga, sidang itu tidak boleh disiarkan secara langsung oleh televisi," tegas Ilham Bintang.

Kecaman terhadap pelarangan penyiaran langsung peradilan kasus dugaan megakorupsi KTP-e tersebut juga disampaikan oleh Emrus Sihombing, pakar komunikasi dari Universitas Pelita Harapan, Jakarta.

Menurut Emrus tidak ada alasan bagi pihak pengadilan menutup akses peliputan langsung pada persidangan kasus KTP-e mengingat masalah korupsi di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan bernegara.

"Selain itu biar ada efek jera jika persidangan kasus korupsi dilihat publik. Dan itu juga merupakan pembelajaran bagi publik agar bisa bersikap tidak kompromi terhadap tindak korupsi," ujarnya kepada Media Indonesia, Rabu (8/3).

Dia mendesak PN Jakarta Timur mau mengubah kebijakannya itu. Keterlibatan publik dalam mengawal penuntasan kasus korupsi juga sangat dibutuhkan. "Itu juga menunjukkan kesungguhan dan upaya transparansi pemerintah dalam menangani kasus koruipsi yang sudah parah ini," ucapnya.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya