MK Jangan Menafikan Keadilan Substansial

Rudy Polycarpus
27/2/2017 22:00
MK Jangan Menafikan Keadilan Substansial
(MI/ARYA MANGGALA)

DALAM mengadili sengketa Pilkada Serentak 2017, Mahkamah Konstitusi (MK) sebaiknya tidak mengenyampingkan keadilan substansial di samping keadilan prosedural. Saran itu disampaikan mantan hakim Konstitusi Maruarar Siahaan.

Pernyataan Maruarar disampaikan terkait pembatasan pengajuan gugatan pilkada ke MK dengan syarat selisih 0,5-2% totak suara sah. "Keadilan prosedural jangan sampai menafikan keadilan substansial. Karena angka (persentase selisih suara) itu bukan ukuran sebenarnya dalam proses demokrasi," tandasnya ketika dihubungi Senin (27/2).

Hakim MK, lanjut Maruarar, sebaiknya jangan terburu-buru menolak gugatan yang persentase selisih suara tidak memenuhi syarat UU No 10/2016 tentang Pilkada. Melihat substansi gugatan, menurutnya, ialah cara yang paling bijaksana dalam menemukan keadilan. "Kalau misalnya kecurangannya disebabkan KPUD yang tidak adil, ada pemalsuan surat suara dll, ini kan melanggar prinsip demokrasi," tandasnya.

Jika hakim berkukuh mengacu pada UU Pilkada, ia menyebut hakim MK cuma menjadi mulut UU semata. "Ini sama saja kembali ke abad 19."

Meski demikian, Maruarar menyatakan, polemik soal syarat persentase ini telah lama terjadi. Ia berharap, hakim konstitusi lebih bijak menyikapi sebuah proses berdemokrasi ketimbang berpatokan kepada angka semata. Kepada penggugat, ia menyarankan agar membawa bukti-bukti serta saksi yang kuat agar dapat membuktikan dalilnya di persidangan. "Proses itu sama penting dengan hasil," pungkasnya.OL-2



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya