Syarat Sengketa Pilkada Ketat, Demokrasi Bisa Ternodai

Astri Novaria
20/2/2017 16:14
Syarat Sengketa Pilkada Ketat, Demokrasi Bisa Ternodai
(MI/MOHAMAD IRFAN)

JUMLAH sengketa hasil Pilkada Serentak 2017 yang ditangani Mahkamah Konstitusi (MK) diperkirakan tidak akan banyak mengingat jarak kemenangan antarpasangan calon rata-rata di atas ketentuan sengketa di MK.

Dalam undang-undang Nomor 8/2015 tentang Pilkada memang diatur batasan mengenai syarat pengajuan sengketa hasil ke MK, yakni selisih hasil paling banyak 2% dari jumlah penduduk. Mengacu pada aturan itu, maka gugatan yang tidak memenuhi selisih tersebut tidak akan diproses MK.

"Artinya, para paslon mungkin akan berpikir tidak akan melakukan pengajuan sengketa. Andaikata pun masuk, kemungkinan tidak akan disidangkan karena lagi-lagi syarat yang dimungkinkan sengketa tidak terpenuhi dalam kajian MK," ujar pengamat politik Lingkar Madani, Ray Rangkuti, di Jakarta, Senin (20/2).

Karena itu, ia meyakini tidak akan ada lonjakan sengketa ke MK. Ketatnya persyaratan pengajuan sengketa, kata dia, akan membuat pengajuan sengketa berkurang drastis.

"Pengalaman pipkada 2015 sudah memberi pelajaran akan hal itu. Lonjakan pengajuan sengketa begitu tinggi, tapi yang diterima tak lebih dari 20%. Yang menang sengketa tentu lebih sedikit lagi."

Namun di sisi lain, sambung Ray, situasi tersebut akan berdampak pada pengabaian proses Pilkada yang jujur dan adil. Menurutnya, paslon akan berlomba untuk memenangkan Pilkada dengan mencari selisih di atas 2% dengan berbagai cara agar tak bisa disengketakan di MK.

"Termasuk di dalamnya cara-cara yang membuat demokrasi kita buruk," tegas dia.

Temuan Bawaslu akan terjadinya praktek politik uang yang jumlahnya meningkat, mencapai 600 kasus dianggapnya merupakan sinyal buruk.

"Rasanya, ke depan, akan makin buruk jika tak ada upaya untuk mengkoreksi proses. Politik uang, jual beli suara, intimidasi, pengerahan massa, manipulasi suara dan hasil suara mungkin akan marak demi mencapai kemenangan di atas 2%," pungkasnya. (X-12)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ahmad Punto
Berita Lainnya