Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
MANTAN Ketua DPD Irman Gusman meminta maaf atas perbuatannya yang membuat dirinya masuk jeruji besi. Permintaan maaf itu setelah dirinya ditetapkan majelis hakim bersalah melakukan tindak pidana korupsi karena menerima suap Rp 100 juta dari Direktur CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Susanto dan istrinya, Memi.
"Setiap manusia tidak mungkin tidak ada yang salah, bagaimana kita ke depannya lebih baik lagi dan saat ini saya juga mohon maaf kalau ada yang salah dan mudah-mudahan semuanya bisa menjadi pembelajaran bagi saya," ujar Irman usai mendengar putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/2).
Irman juga menghormati putusan majelis hakim yang mencabut hak politiknya selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokok. "Ini sudah putusan, kita hormati saja," tukasnya.
Majelis hakim memvonis Irman Gusman 4 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp200 juta subsider 3 bulan. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK selama 7 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan.
Dalam sidang tersebut majelis hakim menilai Irman secara sah dan meyakinkan menerima suap Rp100 juta dari Xaveriandy dan Memi. Uang itu diberikan sebagai hadiah atas alokasi gula impor dari Perum Bulog kepada CV Semesta Berjaya untuk wilayah Sumatra Barat.
Dalam perkara itu Irman memanfaatkan jabatannya sebagai Ketua DPD untuk mempengaruhi Direktur Utama Bulog Djarot Kusumayakti agar bersedia mengirim stok gula impor ke Sumbar lewat CV Semesta Berjaya.
Irman terbukti melanggar Pasal 12 huruf b Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Atas perbuatannya, Irman dijatuhi vonis 4 tahun dan 6 bulan penjara serta denda Rp200 juta subsider 3 bulan. Vonis itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa KPK selama 7 tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider 5 bulan kurungan.
Majelis hakim berpendapat pencabutan hak politik itu sesuai dengan Pasal 18 ayat (1) huruf d UU Tipikor. Menurut majelis pencabutan tersebut untuk melindungi publik dari kemungkinan terpilihnya seseorang dalam jabatan publik padahal orang tersebut terbukti berperilaku koruptif.(OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved