Tuntutan JPU Terhadap Eks-Gafatar Dinilai Diskriminatif

MIOL
17/2/2017 11:39
Tuntutan JPU Terhadap Eks-Gafatar Dinilai Diskriminatif
(Terdakwa kasus makar dan penodaan agama, Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Ahmad Musadeq (tengah), Andry Cahya (kiri) dan Mahful Muis Tumanurung. -- ANTARA FOTO/Rosa Panggabean)

TUNTUTAN jaksa dalam kasus dugaan makar dan penistaan agama terhadap eks pimpinan Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) yakni Mahful Muis dan Abdussalam selama 12 tahun serta Andry Cahya 10 tahun penjara dinilai merupakan unjuk ketidakadilan, diskriminasi dan kriminalisasi secara telanjang dipertontonkan dalam proses peradilan.

Hal itu dikemukakan penasehat hukum terdakwa, Jumat (17/2). Seperti diberitakan, pada Kamis (16/2) di PN Jakarta Timur, terdakwa Ahmad Musadeq cs menolak tuntutan jaksa dalam persidangan. Eks pimpinan Gafatar ini menganggap tuntutan jaksa telah mengabaikan fakta-fakta di persidangan.

"Dasar tuntutan yang dibacakan adalah berita acara pemeriksaan sebelum persidangan ini dilakukan dan mengabaikan sama sekali bukti-bukti di persidangan. Maka tuntutan jaksa tersebut merupakan pelecehan atas persidangan," ujar Ahmad Musadeq.

Selama lebih dari 20 kali persidangan, dalam waktu lebih dari 4 bulan, fakta-fakta persidangan yang terkumpul dari 24 saksi fakta dan saksi ahli yang dihadirkan justru mayoritas meringankan ketiga terdakwa. Ironisnya, fakta-fakta persidangan tersebut seakan diabaikan dalam tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum.

“Kita sudah berbulan-bulan sidang, tuntutan itu kan dibuat berdasarkan fakta-fakta persidangan, tapi ini berdasarkan BAP. Yang buat tuntutan Jaksa atau orang lain?” tanya Andry Cahya (Terdakwa III) kepada Majelis Hakim ketika JPU selesai membaca tuntutannya.

Mengacu kejanggalan-kejanggalan di atas, Tim Kuasa Hukum Gafatar, Asfinawati menyatakan keberatan atas tuntutan yang dijatuhkan kepada ketiga terdakwa dengan beberapa alasan. Menurut Asfinawati, kliennya tidak sedikitpun berniat menodai atau menistakan serta menganggap rendah sebuah ajaran agama atau bahkan berniat untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. "Dugaan makar yang dituduhkan kepada ketiga terdakwa tidak memenuhi syarat dan kompetensi," ujarnya.

Dia juga menyebutkan bahwa perbedaan pendapat dan cara berpikir tidak dapat dihukum, karena hal tersebut bukanlah tindakan pidana atau membantu perbuatan jahat. Ketidaksetujuan atau perbedaan penafsiran adalah implikasi atas kebebasan manusia dalam menyatakan sikap dan mengeluarkan pendapat yang dilindungi dalam Pasal 28E UUD ‘45.

Selain itu, sesuai konstitusi Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis dan memiliki UU terkait HAM maka keyakinan beragama atau berkeyakinan dijamin dalam Pasal 29 UUD ‘45. "Oleh karenanya tuntutan yang diajukan oleh Tim JPU adalah merupakan bagian dari kriminalisasi terhadap kebebasan berkeyakinan, berpikir dan berekspresi.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya