Kekerasan Terhadap Jurnalis Harus Diproses Hukum

Indriyani Astuti
14/2/2017 17:35
Kekerasan Terhadap Jurnalis Harus Diproses Hukum
(. ANTARA FOTO/Wahyu Putro A)

SEJUMLAH pihak, baik lembaga profesi wartawan, Dewan Pers, Komisi Penyiaran Publik (KPI), serta perusahaan media sepakat bahwa penghalangan terhadap kegiatan jurnalistik merupakan tindakan yang menghambat kebebasan pers. Terlebih apabila hal itu disertai intimidasi, ancaman, hingga kekerasan terhadap jurnalis. Hal itu juga bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40/1999 tentang Pers.

Oleh karena itu, kekerasan terhadap jurnalis harus dihentikan dan dicegah dengan cara terus menerus melakukan literasi kepada masyarakat serta mendorong aturan ditegakan. Itulah yang mencuat seusai diskusi mengenai bertajuk ' Kebijakan Redaksi vs Keselamatan Jurnalis' terkait kekerasan terhadap jurnalis yang diselenggarakan oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia di Kantor Dewan Pers, Jakarta, Selasa (14/2). Hadir pula perwakilan dari perusahaan media, Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Suwarjono, Ketua Komisi Penyiarakan Indonesia (KPI) Yuliandre Darwis, dan Ketua Umum IJTI.

Menurut Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo literasi dan sosialisasi kepada masyarakat harus terus dilakukan agar mereka sadar bahwa kekerasan terhadap jurnalis tidak dibenarkan dan profesi jurnalis dilindungi oleh UU.

"Masyarakat yang tidak puas atau merasa dirugikan dengan kerja jurnalistik dapat menyampaikan aspirasi melalui mekanisme yang diatur dalam UU Pers kepada Dewan Pers," ujarnya.

Menurut Stanley, panggilan Yosep, Dewan Pers juga mendorong pada perusahaan media untuk tetap memegang kode etik dan profesional sehingga kepercayaan masyarakat terhadap media arus utama terus terbangun.

Di sisi lain, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) mengganggap kekerasan terhadap jurnalis harus diproses hukum sebagai pembelajaran kepada publik bahwa segala bentuk intimidasi, kekerasan dan pengusiran terhadap jurnalis melanggar UU.

" Kami mendesak kepolisan untuk mengusut kasus kekerasan terhadap jurnalis secara tuntas. Bila tidak dilakukan pengusutan, masyarakat akan menggunakan cara-cara seperti itu untuk menyatakan ketidaksukaannya kepada media yang diberi stigma tidak sepandangan dengan mereka," tegas Ketua AJI Suwarjono.

Suwarjono menambahkan sayangnya, banyak kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak sampai proses hukum karena baik korban dan pelaku memilih jalur damai.

"Namun ada beberapa kasus yang masuk ke pengadilan dan diadili dengan UU Pers yakni kasus kekerasan terhadap fotografer yang meliput pesawat jatuh di Pekanbaru, Riau. Kalau ini dibudayakan akan membuat efek jera," imbuh dia.

Dipaparkannya, kasus kekerasan terhadap jurnalis pada 2016 jumlahnya meningkat dibandingkan tahun lalu, tapi tidak ada yang diproses pengadilan. Dia khawatir kejadian tersebut akan terus berulang.

" Kekerasan terbanyak dilakukan oleh kelompok masyarakat seperti kejadian yang dialami oleh sejumlah jurnalis saat meliput aksi di Masjid Istiqlal, Jakarta pekan lalu," katanya.

Senada, Ketua IJTI Yadi Hendrawan mengatakan kekerasan terhadap pers akan mempengaruhi indeks kebebasan pers. Padahal Indonesia sebentar lagi akan menjadi tuan rumah diselenggarakannya World Press Freedom Day.

Terus Berulang

Kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis terus berulang. Baru-baru ini yang terjadi kekerasan yang dialami oleh jurnalis Metro TV dan Global TV saat meliput aksi damai 112 di Masjid Istiqlal pada Sabtu (11/2).

Dewan Pers menilai solidaritas dari organisasi profesi sangat dibutuhkan mengingat fenomena yang berkembang saat ini, banyaknya kelompok yang menggunakan kekerasan terhadap media yang dianggap tidak sepaham seperti aksi pengusiran, intimidasi ataupun pemukulan. Hal itu menjadikan profesi jurnalis semakin riskan.

" Dewan Pers mendorong solidaritas profesi apabila ada serangan terhadap jurnals harus segera disikapi. Sehingga delegitimasi terhadap profesi jurnalis tidak terjadi. Pers ada untuk masyarakat pada saat pers dilegitimas oleh masyarakat ataupun media, masyarakat yang rugi," tutup anggota Dewan Pers Imam Wahyudi.



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya