Pilkada Momentum Hentikan Dinasti Politik

Christian Dior Simbolon
12/2/2017 19:41
Pilkada Momentum Hentikan Dinasti Politik
(MI/ BARY FATHAHILAH)

DINASTI politik dan korupsi yang masih kental di beberapa daerah di Tanah Air bisa dihentikan lewat momentum pilkada dengan memilih pemimpin kepala daerah yang berintegritas dan bersih. Di kotak suara, publik bisa mencegah calon-calon dari golongan dinasti politik dan koruptor untuk kembali berkuasa.

Demikian benang merah diskusi bertajuk 'Jaga Demokrasi, Tolak Kecurangan dan Kekerasan. Selamatkan Demokrasi, Tolak Koruptor dan Dinasti' di D'Hotel, Sultan Agung, Jakarta Selatan.

Hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti, Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow, Direktur Program Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani, Direktur Indonesia Budget Center (IBC) Roy Salam, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykurudin Hafidz, dan pengamat komunikasi politik Benny Susetyo.

"Penyakit setelah pilkada itu, korupsi yang merajalela dan dinasti politik. Kunci untuk mengobatinya adalah memilih kepala daerah yang tepat dan punya integritas. Kalau kepala daerahnya baik, maka pembangunan bisa berjalan. Makin hari ada proses perbaikan. Karena itu, kita imbau publik pastikan koruptor tidak terpilih dan dinasti (politik) tidak berkembang," ujar Ray membuka diskusi.

Senada, Jeirry menambahkan, Pilkada Serentak 2017 saat ini masih banyak dihuni oleh pasangan calon dari kalangan dinasti politik. Meskipun tidak dilarang, terpilihnya paslon dari dinasti politik bakal berdampak buruk bagi pembangunan di daerah dan upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

"Mereka cenderung korup karena semua lini kekuasaan dipegang. Akibatnya, check and balances yang menjadi ciri utama pemerintahan yang baik tidak berjalan. Di suatu daerah misalnya, ada yang kepala daerahnya si suami dan anaknya ketua DPRD. Kalau sudah seperti ini bagaimana pemerintahan bisa diawasi," ujarnya.

Roy Salam sepakat, daerah yang dikuasai dinasti politik cenderung memiliki tata kelola anggaran yang buruk. Pasalnya, para penguasa dinasti politik kerap korupsi untuk menutupi biaya melanggengkan dinastinya di daerah setiap kali pilkada digelar.

"Sulit kita melihat perencanaan yang partisipatif. Ruang-ruang anggaran ditutup dari pengawasan publik. Korupsi bisa seenaknya dilakukan kepala daerah karena pengawasan lemah. Pembangunan dan kesejahteraan masyarakat jadi korban," ujarnya.

Direktur Program PBHI Julius Ibrani menambahkan upaya memberantas dinasti politik saat ini terkesan jalan di tempat. Di Banten, misalnya, dinasti politik yang diharapkan hancur dengan tertangkapnya Ratu Atut Chosiyah tetap bisa bertahan.

"Malahan dinasti terkonsolidasi semua. Kerabat-kerabatnya masih tetap berkuasa. Dari sisi legal, sebenarnya dinasti politik itu bisa dihabisi jika KPU, Bawaslu tegas menghukum pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan paslon dinasti politik dalam pilkada," jelasnya.

Senada, Romo Benny mengatakan, dinasti politik harus diberangus. Ia pun optimistis publik saat ini cukup rasional untuk tidak lagi memilih paslon dari kalangan dinasti yang hanya bermodal pencitraan.

"Rakyat itu memiliki kecerdasan, rakyat akan tentukan pemimpin berdasarkan (ukuran) integritas, kejujuran, tidak korup, kinerja yang baik dan keutamaan-keutamaan yang lain. Saya yakin, nurani rakyat bakal berdaulat atas politik uang dan pencitraan," pungkasnya.(OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono
Berita Lainnya