Impor KTP Palsu Diduga Bermotif Kejahatan Ekonomi

Dero Iqbal Mahendra
10/2/2017 21:02
Impor KTP Palsu Diduga Bermotif Kejahatan Ekonomi
(MI/Arya Manggala)

TERUNGKAPNYA impor paket berisi Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang berasal dari Kamboja oleh pihak Bea Cukai pada 3 Februari ditengarai memiliki motif untuk kejahatan ekonomi. Paket itu dikirimkan dari Kamboja melalui jasa pengiriman FedEx melalui Bandara Soekarno Hatta.

"Seperti prosedurnya yang menjadi standar Bea dan Cukai ketika barang datang kita lakukan pengawasan. Ketika barang tersebut tiba oleh petugas seluruh barang yang tiba dimasukkan ke X-ray tanpa terkecuali," terang Dirjen Bea Cukai Heru Pambudi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (10/2).

Berdasarkan hasil imej dan komparasi dengan dokumen dianalisis akhirnya diputuskan untuk membuka paket tersebut bersama dengan petugas dari FedEx. Berdasarkan pemeriksaan fisik ditemukan 36 KTP, kemudian 32 NPWP, 1 buah buku tabungan BCA, dan satu buah kartu anjungan tunai mandiri (ATM).

Barang kiriman itu jika ditimbang total beratnya 560 gram. Sementara dalam dokumen disebutkan sebagai ID card dalam pemberitahuan baik dalam manifest atau invoice disebutkan sebagai ID card. Sebelumnya, paket tersebut diduga berisi kartu kredit sebagaimana yang biasa terjadi dalam kasus yang lainnya.

"Kami secara bersama-sama baik Dukcapil, Bea Cukai, pajak, dan Polri telah melakukan pendalaman-pendalaman. Kami analisis dan menduga bahwa impor ini memang ditujukan untuk kepentingan melakukan kejahatan ekonomi, baik untuk kejahatan siber, bisa juga dalam bentuk money laundering, bisa juga sampai kepada kegiatan prostitusi, judi online, maupun kejahatan-kejahatan lain yang memerlukan rekening sebagai tempat menampung hasil kejahatan tersebut," terang Heru.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pendaftaran Penduduk Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Drajat Wisnu Setiawan, mengungkapkan, setelah melakukan pengecekan terhadap 36 KTP tersebut, pihaknya meyakini bahwa KTP tersebut palsu. Sebab, berdasarkan pemeriksaan data fisik yang terlihat di KTP tidak sama dengan data yang ada di dalam cip.

"Data-data dari e-KTP tersebut berbeda dengan data yang ada dalam KTP. Foto-fotonya berubah semua dan tidak sama dengan data base kependudukan," jelas Drajat.

Selain itu, terkait NPWP, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Kementerian Keuangan, Hestu Yoga, mengungkapkan bahwa dari 32 kartu NPWP tersebut 30 NPWP dinyatakan valid, sedangkan 2 lainnya dinyatakan tidak valid. Artinya, nama dan nomor pada kartu tersebut sesuai dengan nama dan nomor yang terdaftar di Kantor Pajak.

"Artinya memang dia pernah daftarkan diri untuk dapat NPWP di KTP yang bersangkutan, kebanyakan di Jakarta dan mereka mulai daftarkan pada 2014, 2015, dan 2016. Namun, kami sampaikan bahwa NPWP adalah sarana atau indentitas yang digunakan oleh Wajib Pajak untuk melakukan kewajiban perpajakan bukan untuk tujuan yang lain," terang Hestu.

Ia menerangkan pembuatan NPWP memang selalu dibuat mudah mengingat tujuannya adalah agar orang menjadi mudah dan mau membayar pajak sehingga tidak akan dipersulit. Untuk orang pribadi memang hanya cukup dengan KTP datang ke kantor pajak dan dibuatkan NPWP.

Untuk pencegahan ke depan, Hestu mengungkapkan perlu adanya sinergi dalam hal data antarlembaga. Bahkan, kemungkinan pihaknya mempertimbangkan untuk melakukan pengecekan KTP ke depan. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya