KPU-Bawaslu Mengacu UU Lama

Nur Aivanni
09/2/2017 06:00
KPU-Bawaslu Mengacu UU Lama
(MI/RAMDANI)

PENUNTASAN seleksi calon komisioner KPU dan Bawaslu seharusnya tidak perlu menunggu sampai pembahasan RUU tentang Penyelenggaraan Pemilu rampung. Kalaupun dalam RUU yang lazim disebut sebagai RUU Pemilu itu ada perubahan, hal itu akan berlaku untuk seleksi calon komisioner penyelenggara pemilu berikutnya, bukan untuk Pemilu 2019.

“Saya kira kurang pas kalau (seleksi penyelenggara pemilu) menunggu RUU Pemilu rampung,” jelas Komisioner KPU Hadar Nafis Gumay di Jakarta, kemarin.

Ia pun mempertanyakan mengapa seleksi tersebut harus menunggu UU Pemilu yang baru. Padahal, proses seleksi sudah berjalan berdasarkan UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu yang saat ini masih berlaku. “Kenapa harus menunggu (pembahasan RUU Pemilu selesai)? Ya (RUU itu) untuk (seleksi) lima tahun berikutnya, jangan berlaku mundur,” tegasnya.

Menurutnya, bila proses seleksi yang sedang berlangsung tersebut ditunda sampai pembahasan RUU Pemilu rampung, hal itu bisa menjadi masalah serius ke depan. Misalnya, terkait kesiapan penyelenggara pemilu dalam menghadapi pilkada dan pemilu selanjutnya.

Sebelumnya, Komisi II DPR mewacanakan untuk menunda penetapan hasil seleksi calon komisioner KPU-Bawaslu. Mereka berharap RUU Pemilu terlebih dahulu disahkan sebelum calon penyelenggara pemilu periode berikutnya dipilih.

Sementara itu, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dalam sejumlah kesempatan mengatakan Pemilu 2019 bisa terganggu jika proses pemilihan anggota KPU-Bawaslu ditunda. Ia berharap seleksi tersebut berjalan beriringan dengan pembahasan RUU Pemilu supaya tidak menghambat persiapan Pemilu Serentak 2019.

Bila ada perubahan norma, kata Tjahjo, hal itu bisa disesuaikan setelah UU baru resmi diundangkan.

Segera dibahas
Anggota Pansus RUU Pemilu dari F-PAN Yandri Susanto mengatakan pihaknya akan memulai pembahasan RUU Pemilu bersama dengan pemerintah pada 17 Februari 2017 mendatang. Saat ini pansus masih menerima aspirasi dari seluruh elemen masyarakat, termasuk dari daerah.

“Minggu depan kita akan rapat kerja dengan pemerintah memulai pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) yang diajukan 10 fraksi DPR,” jelas Yandri.

Ia juga menyatakan DIM dari fraksi-fraksi tersebut sudah disampaikan kepada pemerintah. Totalnya ada 2.800 DIM yang di dalamnya menyangkut lima isu penting, antara lain mengenai sistem pemilu, presidential threshold, parliamentary threshold, jumlah kursi setiap dapil, dan metode konversi suara ke kursi.

Pihaknya tetap berupaya untuk menyelesaikan RUU tersebut tepat waktu, yakni pada April 2017 sehingga tidak mengganggu tahapan Pemilu 2019 yang akan dimulai Juni tahun ini.
“Pansus akan bekerja sesuai dengan tenggat yang disepakati, akhir April akan diketok di paripurna,” cetusnya.

Draf RUU Pemilu yang akan dibahas DPR dan pemerintah tersebut merupakan kodifikasi empat UU terkait pemilu dan pilkada.

Keempat UU itu ialah UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada, UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pilpres, UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilu, dan UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pemilu Legislatif.

Alasan kodifikasi karena keempat UU tersebut memiliki banyak aspek yang sama daripada aspek yang berbeda, antara lain, asas pemilu demokratik dan akuntabel yang bertujuan menciptakan keadilan dan kepastian hukum.

Selain itu, kodifikasi merupakan pelaksanaan atas putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan pemilu legislatif dan pilpres akan berlangsung secara serentak pada 2019. (Nov/P-3)

aivanni@mediaindonesia.com



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya