Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
KPK belum memutuskan sikap terkait perubahan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Sambil itu berjalan KPK fokus menuntaskan perkara yang menggunakan Pasal 2 dan 3 serta menghitung kerugian negaranya bekerja sama dengan BPK dan auditor lainnya.
Menurut Juru Bicara KPK Febri Diansyah, pertimbangan putusan MK yang telah menghapus kata 'dapat' dalam pasal tersebut masih dikaji secara rinci. KPK saat ini sedang menangani sejumlah perkara ditingkat penyidikan yang menggunakan kedua pasal tersebut.
"Kita akan lihat implikasi putusan itu terhadap kasus yang ditangani KPK, seperti KTP-E, Pelindo, dan NA (Nur Alam)," jelas Febri. Meski demikian, Febri mengaku KPK terpukul dengan putusan MK tersebut.
Pasalnya, dengan putusan itu penegak hukum harus menunggu nilai pasti kerugian negara dari lembaga auditor baru bisa mengungkap potensi korupsi.
Menurutnya, penegak hukum dalam penanganan perkara termuat dalam Pasal 2 dan 3 itu harus menunggu kerusakan terjadi atau kerugian negara sudah terjadi.
Padahal, pemahaman korupsi sebagai delik formal tidak harus menunggu terjadinya akibat kerugian negara sehingga akan menghambat pengungkapan perkaranya oleh KPK atau kepolisian dan kejaksaan.
"Tentu saja hal ini juga akan berkonsekuensi bagi Polri dan Kejaksaan Agung. Kita juga tahu suara hakim MK tidak bulat untuk putusan tersebut. Ada 4 hakim yang berpendapat berbeda," tuturnya.
Pada Januari lalu, MK menyatakan kata dapat dalam ketentuan korupsi seperti yang diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor inkonstitusional.
Mahkamah menilai kata dapat dalam ketentuan tersebut menimbulkan banyaknya penafsiran yang hanya mengarah pada indikasi potensi kehilangan (potential loss) sehingga bertentangan dengan UUD 1945.
"Selain itu kata 'dapat' dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor juga bertentangan dengan prinsip perumusan tindak pidana yang harus memenuhi prinsip hukum harus tertulis (lex scripta), harus ditafsirkan seperti yang dibaca (lex stricta) dan tidak multitafsir (lex certa). Oleh karena itu, bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945," terang hakim MK Anwar Usman saat membacakan putusan gugatan dua pasal itu di Gedung MK Jakarta.
Anwar menegaskan penerapan unsur merugikan keuangan dengan menggunakan konsepsi actual loss lebih memberikan kepastian hukum yang adil.
Juga itu berkesesuaian dengan upaya sinkronisasi dan harmonisasi instrumen hukum nasional dan internasional, seperti dengan UU Administrasi Pemerintahan.
Mempersulit
Terkait putusan itu, mantan Wakil Ketua KPK Tumpak H Pangabean menjelaskan putusan MK tersebut akan mempersulit karena tindak pidana korupsi berubah delik. Awalnya korupsi merupakan delik materiel dan atas putusan itu berubah menjadi delik formal.
"Kasus yang menggunakan pasal itu harus terus berjalan karena sejak dulu pun kita (KPK) dalam penyidikan tidak pernah menerapkan kasus yang dapat merugikan keuangan negara. Hampir semua kerugian negara sudah terjadi dan fixed."
Peneliti ICW Febri Hendri menikai putusan MK itu akan memengaruhi kinerja penanganan kasus korupsi karena ada perhitungan kerugian negara terlebih dahulu. Sebab sebelumnya aparat penegak hukum menghitung kerugian negara dalam proses penyidikan.
Mantan Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji menyarankan pihak yang keberatan dengan putusan itu untuk mengajukan perubahan melalui revisi UU Tipikor.
"SOP yang dibuat berdasarkan UU (di KPK) meminta penghitungan kerugian negara dilakukan setelah penetapan tersangka atau pada tahap penyudikan. Karena memang perhitungan dugaaan kerugian itu kan harus pada proses praajudikasi," katanya.
Perubahannya hanya mengembalikan terkait makna awal dua pasal tersebut dan tindak pidana korupsi kerugian negaranya dibuktikan di pengadilan.(P-2)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved