Headline

Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.

Fokus

Maduro menyamakan pemilihan umum kali ini dengan salah satu pertikaian militer paling terkenal dalam perjuangan Venezuela untuk merdeka dari Spanyol.

Hakim Konstitusi Mesti Selesai dengan Hidupnya

Erandhi H Saputra
30/1/2017 07:45
Hakim Konstitusi Mesti Selesai dengan Hidupnya
(Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat. -- Grafis/MI)

SUDAH dua kali hakim Konstitusi, Akil Mochtar dan Patrialis Akbar, dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, Mahkamah Konstitusi tetap berkukuh tidak perlu lembaga pengawas eksternal. Ketua MK Arief Hidayat beralasan rangkaian operasi tangkap tangan KPK yang turut menyeret hakim konstitusi Patrialis Akbar bukanlah kelemahan sistem pengawasan MK. Berikut petikan wawancara Arief Hidayat dengan wartawan Media Indonesia Erandhi H Saputra.

Sistem pengawasan Hakim kembali kecolongan?
Saya lihatnya pertama misalnya kasus Pak Patrialis ialah keberhasilan kita menata sistem. Saya sudah bilang KPK tolong kita dijaga, diawasi semua hakim-hakimnya, pegawainya, dan silakan disadap. Itu ialah keberhasilan sistem yang kita bangun. Kalau misalnya kita tidak membangun sistem kerja sama dengan KPK itu juga susah (mengungkap kasus Patrialis).

Perlukah adanya lembaga pengawas eksternal?
Mau diawasi siapa saja membuktikan bahwa tetap terjadi kasus semacam itu, sekarang kalau mau dibangun apa saja pengawas eksternal itu, ya tetap kalau ada hakim yang moralitas atau integritasnya seperti itu akan tetap terjadi kasus, mau ketuanya siapa saja kalau ada dalam proses rekrutmen yang tidak baik pasti yang terjadi seperti itu. Mau ditambah pengawas internal dan eksternal apa saja kalau hasil rekrutmen hakimnya tidak menunjukkan bahwa dia negarawan dan merasa hidupnya belum selesai, ya bisa terjadi kasus semacam itu lagi, karena yang perlu diperhatikan dalam pro­ses rek­rutmen ialah menghasilkan rekrutmen negarawan yang hidupnya sudah selesai, artinya apakah rekrutmen dari DPR, presiden, atau MA itu orang yang hidupnya sudah selesai.

Sistem rekrutmen yang terbuka sangat krusial?
Betul, karena ternyata sudah diawasi sistemnya kita bangun masih terjadi. Padahal, kita sebetulnya sudah diawasi Tuhan. Sekarang kalau mau dimasukkan KY mengawasi kita sekarang dilihat apakah KY sudah berhasil mengawasi MA dan hakim, coba kita lihat. Berarti kalau begitu secara teoretis sebagai guru besar ilmu hukum dan praktik saya sebagai anggota, wakil, dan ketua merasa sebetulnya yang paling pertama ialah proses rekrutmennya dan kemudian siapa pun yang jadi ketua kalau masih ada personal hakim yang demikian, pasti bisa terjadi lagi.

Pembatasan calon hakim MK mantan kader parpol?
Kalau menurut saya, itu open legal policy, terserah kepada yang akan menyeleksi dan pembentuk UU, mau dipisahkan atau tidak terserah, mau lolos dari partai atau bagaimana terserah. Saya bukan dalam posisi setuju atau tidak setuju (soal pembatasan dari mantan parpol).

Aturan pengawasan hakim MK pernah dibatalkan MK?
Karena perppu itu ialah perppu yang salah pada waktu itu, karena MK diawasi KY itu prinsip konstitusional yang salah. Dilihat Pasal 24 UUD itu mengatur kekuasaan kehakiman dilaksanakan MA, MK, dan ada KY, lalu Pasal 24 A itu mengatur MA dan badan peradilan di bawahnya, terus Pasal 24 B itu mengatur KY dan baru 24 C mengatur MK, sistematika ini menggambarkan pembentuk UUD atau perubah UUD itu melihat yang menjaga martabat dan keluhuran hakim MA dan badan peradilan di bawahnya ialah KY, sedangkan MK kenapa ditaruh di 24C itu karena memang MK tidak berkaitan dengan KY. Kalau MK juga harus diawasi KY, KY itu diatur dalam 24C MK di 24B. (P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Oka Saputra
Berita Lainnya