Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
SETARA Institute melansir laporan pelanggaran kebebasan beragama yang terjadi selama 2016. Laporan itu menyimpulkan pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia selalu melonjak dalam tiga tahun terakhir.
"Pertannyaannya apa pemerintah mau mengatasi permasalahan ini secara serius? Kalau tidak bergerak cepat, semuanya tinggal menunggu bom waktu saja," ujar Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos saat memberikan keterangan di Jakarta, Minggu (29/1).
Setara Institute menemukan sebanyak 208 peristiwa yang berujung pada 270 tindakan pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia selama 2016. Angka tersebut menyentuh level tertinggi dalam tiga tahun terakhir.
Selama 2015, laporan yang sama hanya mencatatkan 197 peristiwa yang berujung pada 236 tindakan pelanggaran kebebasan beragama. Sementara selama 2014, hanya terjadi 134 peristiwa yang berujung pada 177 aksi intoleransi.
Bonar menyebut, berbagai gangguan terhadap hak kebebasan beragama tersebut terdiri atas tindakan yang beragam. Seperti misalnya kekerasan dan ancaman terhadap kelompok agama minoritas, pengusiran, pembubaran tempat ibadah, pemaksaan keyakinan, dan lain lain.
"Tapi kalau dilihat polanya, peningkatannya terus berlanjut. Kalau tidak ada keseriusan pemerintah bukan tidak kecenderungan tersebut bakal terus meluas. Sudah saatnya bertindak cepat," ujar dia.
Bagi dia, pemerintah tak bisa terus menerus membiarkan adanya persinggungan soal keberagaman di masyarakat yang majemuk.
"Intoleransi sudah semakin menguat di masyarakat. Pemerintah Jokowi-JK (Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla) harus segera membentuk komisi kebebasan beragama," ujar dia.
Komisi tersebut, ujar dia, perlu menempatkan berbagai tokoh tokoh agama yang bertugas memastikan kerukunan antarumat beragama.
"Dan semuanya harus punya track record yang baik soal hidup di dalam kemajemukan," ujar dia.
Pada bagian lain, peneliti Setara Institute Halili Hasan menyebut pada dasarnya seluruh bentuk pelanggaran hak kebebasan berkeyakinan tersebar di 24 provinsi. Namun, sebaran intoleransi justru lebih banyak terjadi di tiga daerah.
Tiga daerah paling rawan intoleransi itu di antaranya Jawa Barat dengan 41 peristiwa, DKI sebanyak 31 peristiwa, dan Jawa Timur sebanyak 22 peristiwa.
"Jawa Barat selalu menjadi jawara soal pelanggaran kebebasan beragama. Sepuluh kota dengan tingkat intoleransi tertinggi, tujuh di antaranya berada di Jawa Barat," ujar Halili.
Ia menyatakan banyak faktor yang menyebabkan bertumbuhnya paham intoleran. Beberapa faktor di antaranya pemerintah daerah membiarkan bertumbuhnya ormas intoleran.
"Kepala daerah dan politisi di dalamnya juga menjadikkan agama sebagai isu politik," ujar dia.
Bukan hanya itu, kepala daerah bahkan memberikan dukungan politik terhadap ormas intoleran demi kepentingan elektoral.
"Artinya secara kultural intoleransi dibiarkan. Akhirnya ormas intoleran diberikan supremasi dan seolah mendapat penguatan."
Peneliti Setara Institute lainnya, Sudarto, bahkan menyatakan masih banyak peraturan daerah yang mewajibkan masyarakat menggunakan atribut keagamaan mayoritas.
"Perda yang memaksakan setiap perempuan pakai jilbab itu juga masih terjadi di banyak daerah," ujar dia.
Menurut dia, Presiden tidak bisa hanya aktif menangani persoalan intoleransi dengan pendekatan mengatasi insiden.
"Jangan seperti pemadam kebakaran yang baru datang kalau apinya sudah besar. Perlu pola penanganan yang mampu meredam intoleransi secara makro," katanya.
Ia menyarankan pemerintah supaya kembali mengagendakan penguatan pendidikan kebinekaan sejak dini.
"Intinya dalam fenomena intoleransi. Jangan sampai membuat semuanya juga menjadi toleran terhadap intoleransi." (OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved