Headline
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
Undang-Undang Cipta Kerja dituding sebagai biang keladi. Kini juga diperparah Peraturan Menteri Perdagangan No 8 Tahun 2024 yang merelaksasi impor.
MANTAN Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie tak bisa berkata banyak saat mengetahui adanya hakim MK yang kembali berurusan dengan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). Ia merasa terkejut dan prihatin mendengar kabar bahwa KPK menangkap salah satu Hakim MK Patrialis Akbar melalui operasi tangkap tangan (OTT) dalam dugaan kasus suap.
"Mohon maaf saya tidak bisa ngomong apa-apa. Saya sangat prihatin," ujar Jimly melalui pesan singkat yang ia kirimkan ke Media Indonesia, Kamis (26/1).
Bukan tanpa alasan Jimly merasa sangat terpukul mendengar kabar buruk yang melanda MK siang ini. Diketahui Jimly merupakan salah satu pimpinan MK yang sangat menjunjung kredibilitasnya ketika menjabat kala itu.
Bahkan, saat KPK pada tahun 2013 lalu menangkap Ketua MK Akil Mochtar karena terlibat kasus suap sidang perkara Pilkada Banten, Jimly menyebut bahwa Akil pantas untuk mendapat hukuman mati.
Saat itu, perbuatan korupsi Akil sangat mencoreng nama baik MK. Jimly mengatakan, meski UU tidak mengatur hukuman mati, jaksa KPK dapat menuntut hukuman mati bagi Akil. Hukuman maksimal, menurut Jimly, untuk memberi efek jera bagi Akil sebagai pemangku jabatan paling tinggi yang pernah diciduk KPK. Apalagi, jabatan Akil sebagai penegak hukum. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved