Nasib KASN di Ujung Tanduk

Putri Anisa Yuliani
23/1/2017 07:50
Nasib KASN di Ujung Tanduk
()

WACANA pembubaran Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) bergaung kencang di kalangan politikus Senayan.

Wacana tersebut akan dibahas secara formal melalui revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR.

Hasrat untuk membubarkan lembaga yang baru berusia dua tahun itu menguat seiring dengan terkuaknya beberapa skandal jual beli jabatan di sejumlah pemerintah daerah yang luput dari pantauan KASN.

Berkenaan dengan hal itu, Ketua KASN Sofian Effendi pun angkat bicara.

Ia menyatakan peristiwa jual beli jabatan yang akhirnya ditangani KPK itu terjadi disebabkan terbatasnya kewenangan KASN.

Meskipun punya peran pengawasan, peran itu sangat terbatas karena KASN tidak punya wewenang penyelidikan seperti KPK.

Sementara itu, anggota DPR Arif Wibowo menegaskan wacana pembubaran muncul karena lemahnya kinerja KASN.

Oleh karena itu, DPR ingin mengembalikan fungsi pengawasan hanya kepada Kementerian Pendayagunaan AParatur Negara dan Reformasi Birokrai (Kemenpan-Rebiro).

Selain itu, pembubaran KASN juga didasari pertimbangan perampingan dan efisiensi lembaga.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD), Robet Endi Jaweng, menilai DPR ngawur karena terburu-buru ingin membubarkan KASN.

Padahal, KASN masih dibutuhkan sebagai lembaga nonstruktural untuk mengimplementasikan pengawasan rekrutmen jabatan, baik di lingkungan pemerintah pusat maupun daerah.

"Menurut saya ngawur. Mereka harusnya diperkuat, bukan malah dibubarkan. Memang harus ada lembaga di luar struktural untuk mengawasi yang tidak bisa dipolitisasi," katanya ketika dihubungi Media Indonesia, kemarin.

Dia menegaskan KASN membutuhkan dua hal untuk memperkuat peran dan fungsi, yakni penguatan otoritas dan sumber daya.

Penguatan otoritas bisa diwujudkan melalui penambahan kewenangan yang tak hanya pada tataran rekomendasi.

KASN sebaiknya diberi kewenangan untuk mengeksekusi jika rekomendasi yang diberikan tidak dijalankan.

Kedua, penambahan sumber daya manusia (SDM) menjadi wajib karena saat ini KASN hanya memiliki 74 pegawai berikut komisioner.

Hal itu tidak seimbang jika dibandingkan dengan 600 lembaga yang harus diawasi.

Kemunduran

Jika kewenangan KASN dilimpahkan ke Kemenpan-Rebiro maupun inspektorat di daerah, Endi menilai itu sebagai kemunduran.

"Karena di Indonesia ini sebenarnya telat. Negara-negara Eropa, Australia sudah punya komite ASN ratusan tahun lalu yang hingga saat ini kuat dan eksis. Kita malah mau dibubarkan, bukannya diperkuat," tukasnya.

Endi pun menengarai KASN menjadi objek pertarungan pihak-pihak yang memiliki kepentingan.

Pasalnya, selama ini KASN cukup menjadi ganjalan dalam hal titip-menitip jabatan oleh orang-orang partai.

"Menurut saya, ini hanya pertarungan pihak-pihk tertentu yang selama ini cukup disulitkan oleh KASN. Titip-menitip jabatan itu kan sudah biasa," paparnya.

Di sisi lain, pengamat kebijakan public Ryan Nugroho mendukung pembubaran KASN.

Ia beralasan pembentukan KASN berdasarkan UU ASN seharusnya bersifat sementara dan bukan untuk selamanya.

Hadirnya KASN yang seharusnya sementara itu pun, imbuhnya, membuat para pemimpin lembaga dan pemerintah daerah terlalu bergantung kepada KASN.

Padahal, kewenangan KASN terbatas sehingga selalu menjadi kambing hitam jika terjadi masalah dalam rekrutmen pegawai. (P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya