Soal Korban Terorisme, Ada Sinyal Positif dari Politisi Senayan

MI
16/1/2017 06:52
Soal Korban Terorisme, Ada Sinyal Positif dari Politisi Senayan
(Sumber: Polri/LPSK/Riset MI/Grafis: Duta)

KETUA Panitia Khusus RUU tentang Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme Muhammad Syafi'i menyambut baik usul berbagai pihak untuk memasukkan ketentuan mengenai korban dalam RUU itu. Hal itu penting guna menaungi hak-hak korban terorisme. Pada dasarnya negara harus bertanggung jawab terhadap warganya.

"Rehabilitasi, restitusi, dan kompensasi kurang dapat sentuhan selama ini. Kita akan atur di pasal tertentu di revisi UU ini," ucapnya di Jakarta, kemarin (Minggu, 15/1).

Menurutnya, UU Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (PSK) memang sudah mengatur soal pemberian ganti rugi terhadap korban, termasuk korban terorisme. Akan tetapi, UU 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme seolah tak mendukungnya.

"Jadi, tidak efektif karena belum ada instruksi dari UU induknya, UU Terorisme. Mereka (LPSK) sudah menyiapkan segala yang diperlukan, tapi mengeksekusinya kan masih butuh penetapan. Yang memberikan rehabilitasi, bantuan ke korban, siapa; yang menetapkan itu korban siapa; kan mesti ada aturan yang jelas," kata dia.

Salah satu pola ganti rugi yang diusulkan LPSK, yang mungkin diakomodasi di revisi UU itu ialah pengaturan khusus di satu pasal yang menyebutkan penanganan korban terorisme merujuk ke UU PSK. Di UU tersebut sudah jelas pengaturannya.

"Harus ada juga assessment bahwa semua rumah sakit wajib menangani korban teroris dan mintakan tagihannya ke negara, di pasal tertentu," imbuh anggota DPR dari F-Gerindra itu.

Soal mekanisme pencairan dana, imbuh Syafi'i, pansus sudah meminta saran dari Kementerian Keuangan. Bentuknya semacam dana tanggap darurat yang menggunakan rekening 99 Kemenkeu. Dana bisa dicairkan tanpa perlu pagu anggaran tertentu di kementerian/lembaga. "Jadi, disesuaikan saja dengan jumlah korban dan kebutuhannya."

Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai menyatakan menyambut baik inisiatif DPR memasukkan perlindungan terhadap hak-hak korban dalam revisi UU Terorisme. Menurut Haris, selama ini upaya rehabilitasi, restitusi, dan kompensasi korban kerap terkendala oleh ketiadaan aturan teknis.

"Misalnya, soal kompensasi. Belum ada aturan jelas soal tata cara korban mendapatkan kompensasi. Karena itu, perlu diatur teknisnya seperti apa sehingga tidak membingungkan aparat penegak hukum dan korban tahu cara untuk mendapatkan haknya," ujar Haris.

Ia mencontohkan kasus bom Thamrin. Dalam proses pengadilan terhadap salah satu pelaku, jaksa tidak mau memasukkan tuntutan para korban untuk mendapatkan kompensasi. "Akhirnya, tuntutan korban menjadi sia-sia," jelasnya.

Menurut Haris, akan lebih baik jika anggaran ditaruh di LPSK. Pasalnya aksi terorisme tidak terprediksi dan butuh reaksi cepat. (Kim/
Deo/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya