Definisi yang Rigid Hindari Pelanggaran HAM

MI
12/1/2017 07:18
Definisi yang Rigid Hindari Pelanggaran HAM
(MI/Barry Fathahillah)

INSTITUTE for Criminal Justice Reform (ICJR) mendorong pengertian terorisme dalam pembahasan RUU Terorisme sedianya dirumuskan dengan tepat dan rigid agar pemberantasan terorisme tidak rentan terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan.

Direktur Eksekutif ICJR Supriyadi W Eddyono mengatakan perumusan definisi terorisme sangat penting dan merupakan pintu masuk untuk mengatur materi muatan terkait dengan tindak pidana terorisme. "Jika tidak, peluang pelanggaran HAM dalam penegakan hukum terorisme akan terus terbuka," ujarnya, kemarin.

Menurut dia, definisi teroris tidak pernah ditemukan dalam UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, serta UU Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

Bahkan, dalam RUU yang dirumuskan pemerintah pun, pengertian terorisme itu juga terkesan sengaja tidak dimasukkan.

Supriyadi menilai penggunaan terminologi yang meluas mengenai terorisme dapat membawa potensi penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan. Bahkan, kegagalan dalam membatasi aturan dan upaya pemberantasan dan pencegahan terorisme dapat juga mengurangi penikmatan hak asasi, kebebasan dasar, dan mengabaikan prinsip kebutuhan serta proporsionalitas yang mengatur soal pembatasan terhadap hak asasi manusia.

Lebih jauh, terang dia, ICJR berharap Pansus Terorisme berhasil merumuskan pengertian terorisme dalam pembahasan awal rancangan Undang-Undang. Hal itu bertujuan agar Undang-Undang Terorisme yang dimiliki Indonesia lebih kuat dan lebih komprehensif dalam melakukan pencegahan dan penegakan tindak pidana terorisme.

Sementara itu, rapat pansus Revisi UU 15/2003 tentang Tindak Pidana Terorisme gagal digelar karena pemerintah tidak bisa hadir. "Membahas DIM (daftar inventarisasi masalah) tapi gagal karena pemerintah ini enggak muncul. Ada suratnya. Alasannya mereka belum rapat koordinasi jadi hari ini mereka melakukan rapat koordinasi," kata Ketua Pansus Revisi UU Terorisme Muhammad Syafii.

Politikus dari Fraksi Partai Gerindra tersebut menyayangkan sikap pemerintah yang tidak datang saat diundang rapat. Padahal, pemerintah sendiri ingin supaya RUU Terorisme segera selesai.

"Kontradiktif, kita di-bully kenapa lambat, pemerintah mendesak, nah sekarang kita sudah datang mereka enggak datang. Kalau gitu kita mendesak pemerintah supaya menyelesaikan ini cepat," tambah dia.(Gol/HK/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya