Modus Pendanaan Terorisme Terus Berubah

Andhika Prasetyo
09/1/2017 17:56
Modus Pendanaan Terorisme Terus Berubah
(MI/Panca Syurkani)

PADA 2016, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat adanya modus yang selalu bergerak dalam persoalan pendanaan terorisme.

Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengungkapkan pendanaan kepada tindakan terorisme selalu mencari jalan alternatif jika satu jalan utama yang biasa digunakan menemui jalan buntu.

"Artinya, kalau sudah merasa kesulitan masuk ke sistem lama, mereka akan bergerak mencari sistem lainnya," ujar Dian di Kantor PPATK, Jakarta, Senin (9/1).

Ia menyebutkan, salah satu kasus yang sudah terjadi adalah penyalahgunaan financial technologi (tintech) untuk aksi terorisme dan tindak pidana ekonomi yang dilakukan Bahrun Naim, salah seorang tokoh yang mendalangi berbagai aksi teror di Indonesia.

Bahrun menggunakan sejumlah akun pembayaran daring, PayPal dan Bit Coin untuk pendanaan terorisme. Keduanya merupakan alat pembayaran virtual yang dapat digunakan untuk transaksi oleh seluruh pengguna Internet di seluruh dunia.

"Seperti yang sudah terungkap, mereka menggunakan PayPal. Bahkan ada pembiayaan lain yang menggunakan modus impor rokok ilegal," ungkap Dian.

Keberadaan fintech, sambung Dian, sejatinya bertujuan untuk membuat masyarakat Iebih mudah mengakses produk-produk keuangan, mempermudah transaksi dan juga meningkatkan Iiterasi keuangan.

"Kita tidak bisa bayangkan kan kalau orang harus selalu datang ke bank dan mengantre. Jadi mau tidak mau inovasi pasti akan terjadi. Tetapi ini juga yang harus digarisbawahi, setiap hal-hal baru seperti ini pasti ada potensi tindak kejahatan yang menyertai," terangnya.

Untuk mengantisipasi berbagai macam adanya tindak kejahatan, khususnya pendanaan terorisme, PPATK pun bekerja sama dengan seluruh pihak terkait seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Detasemen Khusus Anti Teror 88, Pengadilan Negeri, dan instansi-instansi lainnya, tidak terkecual Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.

"Kami bersama BI dan OJK berjalan mengawasi di sisi fintech. Jika kedua lembaga tersebut sudah secara baik mengeluarkan peraturan dan regulasi, maka tugas PPATK adalah mengawasi potensi pencucian uang dan dimensi kejahatan lainnya. Tentu nanti semuanya akan dibekali pemahaman yang sama," jelasnya.

Sejak Januari 2003 hingga November 2016, PPATK telah menyerahkan 105 hasil analisis terkait dugaan tindak pidana terorisme kepada pihak penyidik.

"Berapa jumlah dananya kami tidak bisa sebutkan. Namun, saya tekankan, dalam konteks ini, bukan masalah besar atau kecilnya. Pendanaan itu tidak harus besar untuk menjadi potensi bahaya," ucap Dian.

Ia mengatakan, saat ini, modus baru pendanaan terorisme yang menjadi perhatian dunia adalah pembiayaan sendiri atau self financing yang dilakukan secara perorangan.

"Karena jumlahnya kecil, setiap orang bisa melakukannya sendiri. Tetapi, yang terpecah-pecah seperti ini yang sulit terdeteksi," ungkapnya.

Maka dari itu, tegasnya, kerja sama dengan semua pihak, baik di dalam maupun luar negeri menjadi kunci untuk memberantas segala aksi teror di muka bumi. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya