Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
PEMENUHAN hak dasar warga negara untuk mendapatkan pengakuan dari negara melalui penerbitan kartu tanda penduduk (KTP), yang kini berupa KTP elektronik (KTP-E), masih jauh panggang dari api. Persoalan yang berulang kali ditemui ialah menyangkut kesigapan layanan dan ketersediaan blangko KTP-E.
Bolong-bolong dalam layanan kependudukan tersebut semakin kentara ketika tahun lalu pemerintah menyatakan semua urusan yang memerlukan identitas kependudukan wajib memakai KTP-E per Oktober 2016. Masyarakat pun menyerbu dinas kependudukan dan catatan sipil (Dukcapil) di semua daerah. Antusiasme, atau mungkin lebih tepat disebut kepanikan warga, membuat aparat kependudukan kewalahan. Jutaan warga di berbagai daerah antre hingga berjam-jam untuk merekam data. Kemudian, berulang kali mereka harus datang ke dinas dukcapil untuk mengecek apakah KTP-E mereka sudah bisa diambil.
Aparat pemerintah baik di tingkat kecamatan hingga kelurahan sering mengaku kehabisan blangko. Sementara itu, di pusat, pemerintah sempat bolak-balik mengklaim blangko cukup. Hingga akhirnya, diakui blangko telah habis tanpa ada kepastian kapan blangko KTP-E kembali tersedia.
Kekosongan blangko KTP-E dipicu beberapa faktor. Masalah yang paling menonjol ialah keterbatasan anggaran dan prosedur pengadaan.
Saat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ingin melakukan pengadaan pada pertengahan tahun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) belum merestui. Saat itu, pada September 2016, Kemenkeu sempat menahan anggaran penyediaan blanko KTP-E sebesar Rp344 miliar. Alasannya kondisi keuangan negara mengharuskan adanya pengetatan anggaran.
Dampaknya Kemendagri harus menunda pengadaan. Padahal, blangko KTP-E di pusat tinggal 1,3 juta lembar, dari ketersediaan awal 2016 sebanyak 4,6 juta lembar.
Penahanan anggaran itu berakhir pada Oktober 2016 setelah Mendagri Tjahjo Kumolo melobi Menteri Keuangan Sri Mulyani agar anggaran pengadaan blangko KTP-E dicairkan. Menkeu mengabulkan. Seiring dengan itu stok blangko menipis dengan cepat.
Meski anggaran sudah tersedia, ketersediaan blangko lagi-lagi masih bermasalah. Pasalnya lelang pengadaan blangko gagal mendapatkan pemenang. Kemendagri menyebutkan dari lima perusahaan yang mengikuti proses tender tidak ada yang memenuhi syarat administrasi dan teknis sekaligus.
"Kami tidak berani memaksakan diri (menetapkan pemenang). Lelang blangko KTP-E dinyatakan gagal lelang," tegas Dirjen Dukcapil Kemendagri Zudan Arif Fakrulloh, medio November, tahun lalu.
Pada akhir 2016 Kemendagri memutuskan akan menggelar lelang pengadaan blangko KTP-E sebelum penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 2017. Namun, tetap saja, tidak ada kepastian kapan stok blangko KTP-E kembali terisi.
Marak pungli
Keterbatasan blangko diperparah maraknya pungutan liar. Ombudsman Republik Indonesia (ORI) menemukannya di 13 daerah yang meliputi Nusa Tenggara Barat, Kepulauan Riau, Jambu, Bengkulu, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Barat, Banten, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Sumatra Selatan, dan Jabodetabek.
Calo pengurusan KTP-E dan kartu keluarga ditemukan sebanyak 52,17% layanan, calo antrean 19,57%, dan permintaan biaya pembuatan KTP-E dan kartu keluarga sebanyak 15,22%.
Khusus pungli terkait dengan blangko, Ombudsman mencatat salah satu modus yang sering ditemukan ialah memprioritaskan pencetakan kepada pihak-pihak yang memberikan imbalan tertentu. Pencetakan KTP-E tentunya dilakukan dengan menggunakan blangko yang masih tersedia.
Ombusdman menyebutkan dengan cara membayar puluhan atau ratusan ribu rupiah, warga bisa mendapatkan resi prioritas untuk memperoleh KTP-E. Praktik itu dinilai bersifat terstruktur dan sistematis sebab melibatkan pihak pegawai kecamatan dan disdukcapil. Pungli dengan modus resi prioritas tersebut banyak ditemukan di wilayah Jabodetabek. Biaya pungli yang ditemukan berkisar Rp200 ribu-Rp300 ribu.
Solusi yang ditawarkan Kemendagri bagi warga yang sudah merekam data, tapi belum mendapatkan KTP-E, ialah surat keterangan yang dikeluarkan dinas dukcapil setempat. Masyarakat diminta bersabar dan memaklumi jalan keluar yang berlaku enam bulan sejak tanggal diterbitkan itu. (P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved