Tenaga Honorer pun Diperas

Djoko Sardjono
09/1/2017 08:16
Tenaga Honorer pun Diperas
(Antara/Aloysius Jarot Nugroho)

PRAKTIK permainan uang di pemerintahan daerah tidak hanya sebatas jual beli jabatan, tetapi juga berkenaan dengan penerimaan pagawai baru, termasuk perekrutan tenaga honorer. Berdasarkan penelusuran Media Indonesia, di Klaten, Jawa Tengah, ada badan usaha milik daerah (BUMD) yang diduga kerap melakukan praktik tersebut dengan melibatkan pihak luar (makelar).

Menurut sumber Media Indonesia, Sabtu (7/1), praktik jual beli jabatan dan rekruitmen tenaga honorer di BUMD Klaten biasanya melalui pihak swasta yang dekat bupati. Untuk menjadi tenaga honorer di BUMD, misalnya di PDAM dan RSUD, makelar mematok tarif mencapai Rp65 juta per orang.

"Betul, waktu saya hendak menitipkan adik kerja di PDAM Klaten, saya dimintai uang Rp65 juta. Tapi, adik tidak jadi masuk karena kami tidak punya uang sebanyak itu," ungkap sumber tersebut.

Jatuh tertimpa tangga
Sementara itu, sejumlah tenaga honor-er di lingkungan Pemerintah Kabupaten Simalungun, Sumatra Utara, mengaku kecewa dengan adanya oknum di jajaran pemkab yang kerap melakukan pungutan liar terhadap para tenaga honorer di sejumlah instansi.

Menurut salah seorang tenaga honorer yang ditemui Media Indonesia, seorang tenaga honorer di Kantor Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Simalungun, sempat dimintai uang Rp15 juta untuk memperoleh surat keterangan (SK) tenaga honorer dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD).

"Kalau bapak bisa memberikan saya Rp15 juta, uang itu akan saya serahkan ke mereka sehingga SK tenaga honorernya bisa keluar," kata sumber yang meminta identitasnya disembunyikan, Kamis (5/1).

Namun, dia mengaku sampai saat ini belum bisa memberikan uang senilai Rp15 juta sesuai permintaan oknum di BKD Simalungun itu. "Kami ini seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kalau saya banyak duit, untuk apa jadi honorer? Karena saya tidak ada uang Rp15 juta, gagallah saya jadi tenaga honorer lagi di Pemkab Simalungun," papar pria yang mengaku sudah enam tahun menjadi tenaga honorer di Dinas PSDA.

Sebelumnya, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi mengaku mendapatkan banyak laporan soal tarif jual beli jabatan di Kabupaten Klaten dari masyarakat. "Tarif sekda katanya Rp1 miliar, termahal," kata Sofian di Jakarta, Jumat (6/1).

Selain sekda, ujarnya, jabatan krusial lainnya juga diperdagangkan. Pada lingkungan dinas pendidikan Kabupaten Klaten juga diduga terjadi jual beli jabatan. Bahkan, harus merogoh kocek hanya untuk menjadi kepala sekolah. "Bayangkan kalau kepala sekolah saja menyogok, ini merusak moral," ucapnya.

Berkenaan dengan hal itu, Komisi Pemberantasan Korupsi secara intensif menggelar pemeriksaan terhadap 36 saksi suap terkait jual beli jabatan di Kabupaten Klaten, untuk membongkar para pembeli jabatan dan perantaranya. KPK meminta pihak yang memiliki informasi tentang itu untuk segera melaporkannya.

"Pemeriksaan 36 saksi di Polres Klaten. Dari berbagai level, ada PNS dan swasta, ada kepala SD dan staf kecamatan. Ini untuk kami dalami lebih lanjut terkait dengan perkara yang ditangani," terang juru bicara KPK Febri Diansyah. (PS/P-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya