Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
SETELAH lama ditunggu-tunggu, Mahkamah Agung (MA) akhirnya mengeluarkan aturan yang memungkinkan penegak hukum menjerat korporasi dalam tidak pidana, khususnya korupsi. Seluruh badan usaha di Tanah Air harus menerapkan upaya-upaya mencegah kongkalikong dengan pejabat birokrasi bila tidak ingin diseret ke pengadilan.
Selama ini seakan berlindung di balik individu-individu pengurus saat melakukan praktik rasywah. Padahal, keuntungan dari tindak pidana korupsi mengalir ke kantong perusahaan. Selain itu, bukan tidak mungkin keputusan korporasi sendiri yang memerintahkan pengurus untuk melakukan penyuapan.
Juru bicara MA Hakim Agung Suhadi mengatakan penerbitan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi tersebut untuk mengatasi ketertinggalan hukum acara terhadap sekitar 100 undang-undang yang lahir pascareformasi.
Seluruhnya berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dibuat pada 1981. Subjek hukum hanya diatur dengan 'barang siapa' yang didefinisikan sebagai orang per orang secara pribadi.
Perma 13/16 sebagai pedoman bagi penegak hukum untuk memenuhi per-syaratan formal dalam dakwaan. Pasalnya dalam Pasal 143 ayat (2) KUHP, persyaratan formal hanya untuk meng-akomodasi identitas manusia, sedangkan identitas korporasi tidak diatur.
Akibatnya, penegak hukum kesulitan untuk meminta pertanggungjawaban pidana korporasi meski undang-undangnya sudah ada. Untuk itu, pasal 12 ayat (2) huruf a di Perma tersebut mengatur identitas korporasi yang berisi nama korporasi, tempat, tanggal pendirian, AD/ART, tempat kedudukan, kebangsaan korporasi, jenis korporasi, bentuk usaha, dan identitas pengurus yang mewakili. Dengan Perma tersebut, korporasi kini tidak bisa berlindung di balik pengurus. Kini dibutuhkan keberanian dari para aparat penegak hukum untuk menjerat korporasi yang digunakan untuk melakukan praktik rasywah.
"Selama ini belum banyak penyidik baik KPK, jaksa, polisi untuk berani menjerat korporasi dalam tipikor, padahal banyak pejabat punya perusahaan keluarga atas nama istrinya atau anaknya. Korupsinya disalurkan ke korporasi, itu sebenarnya kalau ditelusuri bisa. Banyak itu," papar Suhadi.
Perkara berjalan
Dalam menanggapi tantangan MA, Korps Adhyaksa menyatakan siap untuk menyasar korporasi nakal. "Dengan adanya Perma itu, kan membuat lebih memudahkan kita, semua pihak tidak perlu ragu. Swasta pun memang menjadi objek pemberantasan korupsi juga," kata Jaksa Agung HM Prasetyo kepada wartawan di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Polhukam, Jakarta, kemarin (Selasa, 3/1).
Dari deretan penegak hukum, barangkali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang paling menyambut gembira. KPK pun menyatakan siap membongkar keterlibatan korporasi dalam perkara-perkara yang tengah ditangani.
Salah satu perkara korupsi terhangat yaitu dugaan uang berasal dari PT EK Prima Ekspor Indonesia (EKP) menjadi sumber suap Rp1,9 miliar yang diterima Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum pada Direktorat Jenderal Pajak Handang Soekarno.
"Kalau uang (suap) itu untuk mengurus pajak dari perusahaannya, ya pasti (asal uang dari) perusahaannya. Itu kan pajak perusahaan, bukan pajak perorangan," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Jakarta, Kamis (24/11/2016).
Juru bicara KPK Febri Diansyah menerangkan implementasi Perma juga akan mendorong hakim mendasarkan penilaiannya terhadap tindakan korporasi dalam mencegah korupsi. Korporasi harus memastikan kepatuhan dalam ketentuan hukum yang berlaku guna menghindari terjadinya tindak pidana korupsi.
"Perma ini akan menjadi amunisi dan penguat bagi KPK dalam melakukan pemberantasan korupsi." (Cah/Nyu/Gol/P-1)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved