Gagal Dibina,Napi kian Sadis

Fetry Wuryasti
30/12/2016 07:50
Gagal Dibina,Napi kian Sadis
(Kapolda Metro Jaya Irjen Pol M. Iriawan menunjukkan foto Ramlan Butar-Butar, pelaku perampokan dan pembunuhan Pulomas---MI/Susanto)

LEMBAGA pemasyarakatan (LP) justru bisa menjadi sekolah bagi pelaku kriminalitas untuk menjadi lebih profesional jika pembinaan yang dilakukan terhadap para narapidana (napi) itu gagal.

LP sebenarnya memiliki badan pemasyarakatan yang mengintegrasikan residivis kembali ke lingkungan sosialnya. Hal itu perlu disebarkan ke masyarakat supaya tidak menolak atau menjauhi mantan residivis. Pendapat itu disampaikan kriminolog UI Thomas Sunaryo dan anggota Komisi III DPR Nasir Jamil saat dihubungi di Jakarta tadi malam (Kamis, 29/12).

Kegagalan pembinaan di LP yang dimaksud Sunaryo dan Nasir itu terkait dengan kasus perampokan dan pembunuhan satu keluarga di Pulomas. Para pelaku ternyata pemain lama yang pernah dipenjara, tetapi kembali merampok setelah bebas. Pelaku Ramlan Butar-Butar, misalnya, ternyata residivis yang merampok berulang kali. Bahkan pada kasus perampokan di Depok pada 2015, kasusnya tidak pernah disidangkan, padahal sudah P-21.

"LP menjadi sekolah bagi pelaku kejahatan akibat bergaul dengan narapidana lain. Mereka juga belajar dari petugas LP bagaimana mencari uang di dalam," jelas Sunaryo.

Sementara itu, Nasir mengatakan seharusnya ada <>profiling pelaku yang terintegrasi mulai kepolisian sampai LP. "Bila ada rekaman kejahatan pelaku, jaksa, hakim dapat membuat putusan hukuman yang setimpal. Sayangnya selama ini profiling tidak terintegrasi."

Di sisi lain, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Hamonangan Laoly mengelak tudingan kembalinya residivis Ramlan merampok akibat lemahnya pembinaan di LP. Menurutnya, kepekaan mengulangi kejahatan oleh narapidana sulit dibendung.

Solusinya, sambung Yasonna, pengadilan dan aparat penegak hukum harus memberikan perlakukan yang menjerakan. "(Perilaku Ramlan) itu bukan salah saya dan pihak LP. Hukumannya itu yang rendah," ujarnya di Kantor Kemenkum dan HAM, Jakarta.

Tidak disidang
Di tempat terpisah, Kepala Seksi Pidana Umum Kejaksaaan Negeri Depok Priatmaji Dutaning Prawiro membenarkan bahwa pihaknya pernah menerima berkas perkara atas tersangka Ramlan dari Polres Depok, tetapi hingga kini belum pernah menyidangkannya.

"Berkas itu diterima 2015 atas kasus perampokan dan penyekapan di rumah Wong Shu Lin, warga Korea di Kelurahan Cilangkap, Tapos, Kota Depok. Tapi kami menerima surat dari kepolisian No B/1530/IX/2015 isinya permohonan pembantaran terhadap RS Polri untuk tahanan Ramlan," tandasnya.

Kepala Biro Penerangan Umum Polri Brigadir Jenderal Rikwanto mengakui Ramlan ditangkap pada 15 Agustus 2015 dan ditahan sehari setelahnya. Namun, pada 2 September, penyidik mengeluarkan surat perintah pembantaran sehingga Ramlan tidak ditahan karena sakit.

"Penyidik mengeluarkan surat penangguhan dan pada 17 Oktober 2015 ia diperintahkan untuk wajib lapor. Namun, Ramlan tidak melakukan wajib lapor selama dua kali berturut-turut sehingga polisi menyatakan Ramlan sebagai buron. Diterbitkan DPO pada 25 Oktober 2015," kata Rikwanto.

Hingga kemarin, polisi kembali menangkap satu pelaku perampok di Pulomas, Jakarta Timur, yakni Alfins Bernius Sinaga. Ia ditangkap di Perumahan Vilamas, Bekasi, Jawa Barat, Rabu (28/12) malam. Hingga kini polisi masih memburu seorang pelaku lagi, yakni Yus Pane.(Cah/Mal/Nic/KG/X-7)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya