RUU KUHP Eksesif dan Multitafsir

26/12/2016 05:30
RUU KUHP Eksesif dan Multitafsir
(MI/M IRFAN)

RANCANGAN Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dibahas DPR bersama pemerintah saat ini dinilai masih memiliki banyak kelemahan.

Selain bermasalah dari sisi redaksional, menurut peneliti Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) Rifqi S Assegaf, RKHUP sarat kejanggalan dan multitafsir.

"Tujuan pemidanaan saja tidak dirumuskan dengan jelas. RKUHP memuat beberapa tujuan pemidanaan, yang sebagian darinya saling bertentangan dan tidak ditegaskan mana tujuan pemidanaan yang utama," ujar Rifqi di Jakarta, pekan lalu.

Ia mencontohkan, klausul pemidanaan ditujukan untuk membebaskan rasa bersalah pada terpidana, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan tindak pidana, memulihkan keseimbangan serta mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.

"Ini terlalu abstrak. Ketiadaan penegakan tujuan pemidanaan utama yang menjadi acuan membuat berbagai pasal lanjutan terkait pemidanaan dan faktor peringanan dan pemberatan hukuman menjadi sangat luas dan tidak terarah sehingga potensial menimbulkan inkonsistensi dan penyalahgunaan," tuturnya.

Selain itu, sebagian pedoman pemidanaan juga bersifat multitafsir sehingga potensial bermasalah dalam implementasinya.

Misalnya, Pasal 72 ayat 1 yang memberi pedoman bagi hakim untuk tidak menjatuhkan pidana penjara jika ditemui keadaan-keadaan 'tertentu'.

Salah satu keadaan yang dirumuskan dalam pasal tersebut adalah jika 'pidana penjara akan menimbulkan penderitaan yang besar bagi terdakwa atau keluarganya'.

"Namun, tidak jelas penderitaan macam apa yang ingin dicegah pasal ini. Apakah terkait ekonomi, sosial, psikis, atau kesehatan? Besar sekali potensi perbedaan penafsiran dalam klausul semacam ini," terangnya.

Kepala Kejari Jakarta Timur Narendra Jatna mengakui, RKUHP, khususnya buku satu yang telah disepakati DPR, masih memiliki banyak kekurangan.

Menurut Narendra, RKUHP, lewat pemberlakuan sanksi minimum dan maksimum, mendorong para pengadil kian eksesif dalam menjatuhkan sanksi hukuman.

Akademikus Universitas Indonesia (UI) Anugerah Rizki Akbar sepakat pedoman pemidanaan RKUHP perlu dikaji ulang.

Menurut dia, para perumus RKUHP seharusnya terlebih dahulu membuat kategori yang jelas mengenai tindak pidana yang ringan dan tindak pidana serius. (Deo/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya