Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
POTENSI masuknya 16 anggota Dewan Perwakilan Daerah ke Partai Hanura mengikuti jejak senator asal Kalimantan Barat, Oesman Sapta Odang, mengacaukan sistem bikameral DPR dan DPD. Pasalnya, DPD merupakan perwakilan daerah yang seharusnya bebas dari kepentingan partai politik. Kamar partai politik telah disediakan melalui DPR.
"Mereka wakil daerah sehingga jadi kontradiksi ketika diisi anggota parpol aktif. Itu mencederai porsi bikameral politik bila ada yang mewakili dua sisi itu (DPR dan DPD). Itu saya pikir kecelakan tata negara," tegas peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus di Jakarta, kemarin (Rabu, 21/12).
Untuk itu, Lucius menilai Oesman Sapta maupun anggota DPD lain yang mengikuti jejak Oesman harus mundur dari DPD. Alasannya, DPD sejak awal didesain sebagai utusan daerah, bukan utusan partai politik. "Harus mundur, kita tidak ingin anggota DPD itu diisi orang yang jelas-jelas kader partai," ucapnya.
Meskipun tidak melanggar aturan di UU MD3, Lucius menilai anggota DPD tersebut telah menciderai secara etika. Untuk itu, Badan Kehormatan DPD harus bergerak untuk mengusut kasus itu. Masyarakat sebagai pemilih pun bisa menggugat anggota DPD yang bergabung dengan parpol, ke BK DPD.
"Di syarat pencalonan anggota DPD, di situ tegas bukan anggota partai. Kalau kemudian jadi anggota partai dan tetap menjadi anggota DPD, itu menyimpang, karena anggota DPD tidak bisa lagi memaknai fungsi DPD sebagai wakil daerah," cetusnya.
Melihat besarnya potensi anggota DPD yang bakal menjadi anggota parpol, Lucius menilai hal itu justru akan membuat DPD sulit mendapatkan legitimasi yang setara dengan DPR.
"Masyarakat akan beranggapan jika anggota DPD hanya menggunakan jabatannya sebagai sarana untuk mengejar posisi di partai politik," paparnya.
Berkenaan dengan hal itu, Lucius berpendapat momentum revisi UU MD3 yang tengah dilakukan DPR, harus dimanfaatkan untuk membatasi anggota DPD menjadi pengurus dan anggota parpol.
Selain itu, pembahasan RUU Penyelenggaraan Pemilu juga harus mengatur jeda selama lima tahun bagi anggota parpol yang ingin maju sebagai anggota DPD. "Kalau tidak, DPD lama-lama bisa menjadi wakil parpol, dan itu jelas menyalahi tujuan pendirian lembaga itu."
Sebelumnya, peneliti dari Indonesia Parliamentary Center (IPC) Ahmad Hanafi menjelaskan DPD dibentuk sebagai wakil dari daerah (provinsi) yang dipilih lewat jalur independen untuk menampung suara daerah.
"Secara moral atau etik tidak boleh ada keterlibatan parpol. DPD dibuat sebagai penyeimbang DPR, representasi daerah," tegasnya. (Nyu/P-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved