KPK Lacak Peran DPR dalam Korupsi KTP-E

Cahya Mulyana
15/12/2016 06:15
KPK Lacak Peran DPR dalam Korupsi KTP-E
(MI/ROMMY PUJIANTO)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan anggota DPR untuk mengungkap kemungkinan peran DPR dalam korupsi paket penerapan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-E) pada 2011-2012.

Namun, KPK dalam proses pengembangan perkara yang merugikan negara Rp2,3 triliun itu tidak membidik siapa pun.

"Kita tidak pernah incar siapa pun. Kita ingin dalami kasus itu. Ini, misalnya, apa perencanaannya sudah benar, perencanaan kan kan melibatkan anggota DPR. Itu saja," papar Wakil Ketua KPK Alexander Marwatta, di Jakarta, kemarin.

Menurut Alex, KPK mengurut perkara dengan total anggaran Rp5,9 triliun itu mulai proses pengesahan anggaran hingga persetujuan anggaran antara pemerintah dan DPR.

Alex enggan mengakui penelusuran itu buah dari kesaksian mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.

Nazaruddin yang melaporkan perkara itu ke KPK sempat mengungkapkan telah terjadi suap kepada pimpinan fraksi dan anggota Komisi II DPR dalam rangka persetujuan anggaran KTP-E.

"Itu kan baru keterangan dari Nazaruddin, iya kan," tutur Alex.

Kendati begitu, Alex tidak menepis tujuan KPK memeriksa sejumlah anggota DPR, termasuk Ketua DPR Setya Novanto, untuk mengungkap keterlibatan mereka.

Sejauh ini, belum ada tersangka baru selain mantan Dirjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Irman dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Kemendagri Sugiharto.

"Kayaknya masih dua orang itu (tersangkanya) dan proses masih didalami melalui pemeriksaan saksi-saksi," tandas Alex.

Mengelak

Kemarin, terkait dengan pemeriksaan tersangka Sugiharto, KPK meminta keterangan anggota DPR dari Fraksi PAN Teguh Juwarno.

Teguh menjabat Ketua Komisi II DPR pada periode 2011-2012.

KPK juga meminta keterangan Diah Anggraeni yang masih menjabat di Kemendagri serta Mansyur dan Bahnizal Hakim dari swasta.

Teguh yang diperiksa 6 jam sejak pukul 09.00 WIB membantah telah menerima aliran suap penganggaran KTP-E seperti dituduhkan Nazaruddin.

"Karena begini, saya menjadi pemimpin Komisi II itu dari November 2009 sampai 21 September 2010 dan saya tidak hadir dalam rapatnya, jadi memang yang terkait dengan KTP-E. Saya praktis tidak banyak tahu," klaim Teguh, di Gedung KPK.

Teguh juga mengaku tidak mengetahui penambahan anggaran KTP-E yang disetujui DPR.

Hal itu disebabkan pimpinan Komisi II dibagi menjadi tiga panitia kerja, yakni Panja Kementerian Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Panja Pertanahan dan Reformasi Agraria, dan Panja Birokrasi dan Aparatur Negara.

"Saya koordinator Panja Pertanahan, jadi terkait dengan aspek itu (KTP-E) saya memahami."

KPK membuka kasus KTP-E ke publik pada 22 April 2014. Dalam catatan KPK, proyek itu tidak memiliki kesesuaian dalam teknologi yang dijanjikan pada kontrak tender dengan yang ada di lapangan. (P-1)




Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya