Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
MANTAN anggota DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi dituntut jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama 10 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan.
Selain pidana penjara, jaksa KPK juga meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk mencabut hak politik Sanusi selama 5 tahun setelah yang bersangkutan menjalani pidana penjaranya.
"Menuntut majelis hakim memutuskan Sanusi bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang secara berlanjut. Menjatuhkan pidana penjara selama 10 tahun dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan," ujar jaksa KPK Ronald Worotikan saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (13/12).
"Menjatuhkan pidana tambahan mencabut hak dipilih selama 5 tahun setelah menjalani pidana pokok," imbuh Ronald.
Pencabutan hak politik tersebut, menurut jaksa KPK, karena Sanusi telah mencederai kepercayaan warga kepadanya sebagai anggota DPRD dan di waktu yang bersamaan justru semakin memperbesar ketidakpercayaan publik kepada DPRD. Padahal, Sanusi sebagai wakil rakyat diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam pertimbangan pemberat vonis, jaksa Ronald menilai Sanusi tidak mendukung pemerintah dalam pemberantasan korupsi dan tidak secara tegas mengakui terus terang perbuatannya.
"Hal yang meringankan terdakwa berlaku sopan, mempunyai tanggungan empat anak, dan belum pernah dihukum," ucap Ronald.
Dalam tuntutannya, jaksa menilai Sanusi terbukti menerima suap Rp2 miliar dari mantan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja sesuai dakwaan pertama. Suap itu diberikan untuk membantu mempercepat pembahasan dan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dan mengupayakan keinginan Ariesman untuk menghapus pasal kontribusi tambahan 15% dalam Raperda.
Perbuatan Sanusi itu telah melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Dalam dakwaan kedua, Sanusi, menurut jaksa, terbukti melakukan pencucian uang sebesar Rp45,2 miliar dengan memanfaatkan jabatannya sebagai Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta yang bermitra dengan Dinas Tata Air DKI Jakarta. Dalam uraiannya sebesar Rp21,1 miliar berasal dari Direktur Utama PT Wirabayu Pratama Danu Wira yang merupakan rekanan yang melaksanakan proyek pekerjaan di Dinas Tata Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta antara 2012-2015.
Sebesar Rp2 miliar dari Komisaris PT Imemba Contractors Boy Ishak yang juga rekanan proyek pekerjaan di Dinas Tata Air Pemerintah Provinsi DKI Jakarta antara 2012-2015, serta penerimaan-penerimaan lain sejumlah Rp22,1 miliar.
Sekalipun Sanusi dalam pembelaannya menyatakan uang yang didapatkan merupakan penghasilan murni di antaranya dari sewa kios serta menjual saham perusahaannya PT Bumi Raya Property sebesar Rp18 miliar dan Rp36 miliar tetapi jaksa KPK tidak mempercayai.
"Terdakwa sama sekali tidak bisa membuktikan kata-kata terdakwa dan sama sekali tidak dapat menunjukkan dokumen sesuai dengan standar akuntansi Indonesia sehubungan dengan penghasilan terdakwa," cetus jaksa KPK Mungki Hadipratikto.
Atas dasar itu, jaksa KPK meyakini Sanusi telah melanggar Pasal 3 UU 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Akibat pencucian uang yang dilakukannya, beberapa aset seperti rumah dan mobil Sanusi diminta jaksa KPK untuk dirampas bagi negara. Namun, dari sejumlah Rp45,2 miliar tersebut, sebesar Rp1,9 miliar bakal dibayarkan untuk menutupi denda pembelian Vimala Hills dan Rp169 juta untuk apartemen Soho Pancoran.
Menanggapi tuntutan jaksa, Sanusi menyatakan bakal menyampaikan pembelaan atau pledoi. Dalam pledoinya, dia akan menyampaikan pemasukan-pemasukan secara lebih ringkas terkait tuduhan pencucian uang.
"Tinggal merapikan saja supaya lebih bisa dibaca, lebih taktis sehingga lebih mudah dicerna," ucapnya.
Ia pun tidak masalah dengan tuntutan pencabutan hak politik terhadapnya karena dirinya bisa menjalani hidup dalam berpolitik.
"Kalau tidak ada politik ya kita gak politik, hidup dengab banyak hal jadi tidak masalah buat saya," pungkas Sanusi. (OL-4)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved