Indeks Kinerja HAM Naik Tipis

Nuriman Jayabuana
13/12/2016 05:20
Indeks Kinerja HAM Naik Tipis
()

PEMERINTAH belum berkomitmen pada isu penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Indeks kinerja HAM dalam dua tahun terakhir masih berada di bawah rentang moderat.

"Artinya dalam dua tahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, penegakan HAM masih belum juga menunjukkan kemajuan yang berarti," ujar Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos.

Indeks kinerja HAM merupakan angka yang menggambarkan situasi tahunan soal penegakan HAM dengan skala 0 hingga 7.

Semakin mendekati nol, berarti penegakan HAM semakin buruk.

Sebaliknya, penegakan HAM semakin baik bila mendekati angka tujuh.

Indeks kinerja HAM Indonesia selama 2016 masih berada pada angka 2,83.

Indeks itu hanya sedikit mengalami perbaikan ketimbang tahun lalu yang berada pada posisi 2,45.

"Sangat tidak signifikan. Jelas sekali terlihat Presiden belum punya roadmap yang jelas pada isu penegakan HAM."

Bonar juga menyoroti dua variabel pemenuhan hak asasi manusia yang bahkan berada dalam situasi darurat.

Dua variabel itu merupakan hak kebebasan beragama dan hak kebebasan berserikat.

Bahkan, pemenuhan hak asasi atas kedua variabel itu menurun cukup jauh.

Peneliti isu hak asasi manusia Setara Institute Ahmad Fanani Rosyidi mengungkapkan angka pelanggaran kebebasan beragama masih begitu tinggi.

Menurutnya, penurunan kualitas hak kebebasan beragama dipengaruhi berbagai kasus intoleransi di ruang publik dan umumnya kasus pembubaran tempat ibadah.

Berdasarkan data Setara, ada 182 kasus pelanggaran kebebasan beragama yang terjadi hingga 8 Desember 2016.

Angka itu hampir mendekati pelanggaran yang terjadi selama 2015, yakni 197 kasus.

"Angka itu dapat dipastikan masih akan terus bertambah. Semakin mendekati Natal dan Tahun Baru, aksi intoleransi juga semakin banyak terjadi," imbuh Fanani.

Menurutnya, pemerintah seolah memberikan legitimasi terhadap tindakan kelompok intoleran termasuk memberikan legitimasi terhadap kehadiran kelompok intoleran di ruang publik.

"Baik itu dengan pilihan Kapolri yang menetapkan Ahok sebagai tersangka dan pilihan Jokowi yang bersedia hadir di tengah kumpulan massa. Pasti pemerintah tidak menyadari kalau itu sebenarnya mengakibatkan gelombang intoleransi bergulir di daerah."

Satuan tugas

Selain itu, Setara juga berpandangan pembentukan satgas tak akan berjalan efektif bila pemerintah tetap tak menindak tegas kelompok intoleran.

Saat ini kelompok intoleran terus bermunculan lantaran pemerintah melakukan pembiaran.

Bahkan pemerintah di tataran pusat dan daerah sering kali memberi supremasi bagi kelompok tersebut di ruang publik.

Supremasi pemerintah kepada mereka di ruang publik itu yang mengakibatkan semakin banyak gelombang intoleransi.

Kelompok itu merasa tindakan mereka dilegitimasi pemerintah. (P-2)




Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Vicky
Berita Lainnya