Polisi Diminta Berhati-hati Terapkan Delik Makar

Arif Hulwan
03/12/2016 19:00
Polisi Diminta Berhati-hati Terapkan Delik Makar
(MI/Ramdani)

KRITIK terhadap penguasa tidak boleh dibungkam dengan penegakan hukum yang politis. Pasal makar rentan jadi senjata utamanya. Namun, kritik juga berbeda dengan hasutan. Karenanya, Kepolisian harus disiplin dalam pembuktian. Jika diragukan, mekanisme praperadilan dapat ditempuh.

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan mengatakan persoalan kasus dugaan makar para aktivis ini perlu dipandang secara adil dari sisi hukum. Artinya, penyidik harus memiliki bukti yang cukup dan pengkritik harus tahu batasan.

"Tidak boleh melarang-larang berekspresi. Tapi, polisi juga nanti disalahkan kalau memang terjadi apa-apa," katanya dalam sebuah acara diskusi, di Jakarta, Sabtu (3/12).

Hal ini dikatakannya terkait penetapan 10 sebagai tersangka dengan Pasal 107 juncto Pasal 110 juncto Pasal 87 KUHP mengenai perbuatan makar dan pemufakatan jahat untuk melakukan makar.

Mereka, yang dijemput Polisi sejak Jumat (2/12) dini hari, adalah Kivlan Zein, Adityawarman Thahar, Ratna Sarumpaet, Firza Huzein, Eko Santjojo, Alvin Indra, Rachmawati Soekarnoputri, Sri Bintang Pamungkas, Rizal, dan Jamran.

Teguh Santoso, juru bicara Rachmawati, menyebut bahwa apa yang dilakukan para tersangka, terutama Rachmawati, itu ialah jalur konstitusional. Sebab, yang dituntut ialah pengembalian konstitusi ke UUD 45 yang asli, dengan jalur Sidang Istimewa (SI) MPR.

"Ini legal konstitusional. Untuk impeachment saja ada jalannya di konstitusi. Tinggal parlemen yang putuskan layak atau tidak. Kalau bu Rachma enggak bisa ketok palu di parlemen. Buat bergerak saja harus didorong kursinya," cetus dia.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Bidang Penggalangan Massa Ferry Joko Yuliantono menyatakan, pola penanganan Polri terhadap para aktivis yang kritis dengan menggunakan hukum ini rentan memicu resistensi dari kalangan aktivis.

"Saya akan lawan itu kalau coba pakai cara-cara makar lagi. Harusnya ada perbuatannya dulu, jangan sekedar rencana. Aktivis-aktivis demokrasi akan bergerak," seru dia.

Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie Massardi mengungkapkan, tudingan makar itu baiknya dihadapi secara politik saja.

Pengalaman Presiden Abdurrachman Wahid yang dijatuhkan lewat SI MPR menunjukkan hal itu. Saat itu, adapula dukungan dari angkatan bersenjata.

Sementara, saat ini TNI maupun Polri masih di belakang Presiden Jokowi. Terlebih, pihak-pihak yang ditersangkakan hanyalah rombongan "manula" yang tIDak punya kekuatan fisik maupun massa.

"Makar istilah politik. Polisi jangan sentuh itu. Jangan dikaitkan makar kalau mengumpulin orang," saran Adhi, mantan juru bicara Gus Dur itu.

Di pihak lain, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul mengatakan, percobaan makar itu memang sudah ada di UU KUHP berupa delik formil (belum terjadi makarnya). Pihaknya tidak bermaksud jadi alat politik penguasa. Penyidik, kata dia, hanya menegakan norma-norma yang sudah ada di perundangan.

Menurutnya, para tersangka sudah memenuhi unsur untuk mengajak penggulingan pemerintah yang sah, dengan cara memanfaatkan momentum demo 212.

Massa yang datang rencananya digiring ke DPR/MPR dan menguasai gedung DPR serta memaksa parlemen untuk melakukan Sidang Istimewa MPR.

"Ini bukan upaya membungkam para aktivis. Dalam negara demokrasi upaya penyampaian pendapat itu menjadi yang utama karena itu adalah HAM," aku dia.

"Kritik tentang kebijakan-kebijakan tidak ada masalah, usual, biasa, jadi bunganya demokrasi. Tapi kalau sudah mengajak pemufakatan jahat tentu harus kita cegah," tambah dia.

Martinus juga meminta agar pihak yang tIDak puas dengan penanganan kasus ini bisa menempuh jalur praperadilan, atau menunggu proses pembuktianya di pengadilan.

"Perencanaan ini perlu dicegah supaya tidak terjadi karena membahayakan negara demokrasi. Masih ada mekanisme lima tahunan yang kita gelar," tutup dia. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya