Surat Sri Bintang Penuhi Unsur Makar

Cahya Mulyana
03/12/2016 08:47
Surat Sri Bintang Penuhi Unsur Makar
(Antara/Indrianto Eko Suwarso)

SURAT Sri Bintang Pamungkas kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Tentara Nasional Indonesia berisi mengenai aspirasi untuk mengganti pemerintahan yang sah. Hal itu sudah dapat memenuhi unsur permulaan pelaksanaan pidana makar.

"Penyebaran undangan mengganti pemerintahan sah dan membentuk pemerintah transisi ini memenuhi unsur (makar), pada tahapan permulaan pelaksanaan (begin van uitvoering) yang sudah memenuhi syarat Pasal 107 jo Pasal 87 maupun Pasal 110 jo Pasal 53 KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)," kata Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji di Jakarta, kemarin.

Ia menjelaskan pidana makar diartikan tidak harus ada pelaksanaan perbuatan, tetapi permulaan pelaksaan sudah dapat dipidana. "Ini tidak perlu ada akibatnya, berupa kerusuhan dalam masyarakat, karena ini delik formil. Karena itu, percobaan makar sudah dapat dipidana," tegasnya.

Pendapat berbeda disampaikan pakar hukum pidana UI lainnya, Chudry Sitompul. Ia menjelaskan tindakan makar sesuai Pasal 107 KUHP baru bisa dinyatakan sah apabila telah memenuhi syarat yang diatur dalam Pasal 87 KUHP.

"Pasal 107 tidak memberikan pengertian apa itu makar. Makar itu bisa dilihat dari Pasal 87 KUHP, yang intinya suatu makar dilakukan harus ada perbuatan senyap yang bisa dilihat, nyata, benar, bahwa ada tindakan permulaan atau semacam percobaan," ujarnya saat dihubungi

Chudry menjawab diplomatis saat disinggung soal 10 orang yang ditangkap polisi pada Jumat (2/12) dini hari benar terindikasi makar. Katanya, pasal 87 tetap harus menjadi acuan, yakni adanya fakta tindakan persiapan.

"Makar itu adalah seperti contoh gerakan pemberon-takan pascakemerdekaan 1945-1948 dengan mengambil senjata. Tapi, apakah jika ada yang mengkritik, meminta pemerintah dan demokrasi lebih baik, dapat disebut makar? Maka, tentu harus dibuktikan dengan pasal 87 itu," pungkasnya.

Polda Metro Jaya pada Jumat (2/12) pukul 03.00-06.00 WIB menangkap beberapa orang yang diduga terlibat upaya makar. Mereka ialah AD, E, AD, KZ, FA, RA, RS, SB, JA, dan RK. Mereka dikenai Pasal 107 jo 110 jo Pasal 87 UU KUHP tentang makar.

Erlina, istri Sri Bintang, menjelaskan suaminya tidak berbuat makar seperti yang dituduhkan penegak hukum. Ia mengakui suaminya hanya mengantar surat ke DPR-MPR dan Markas TNI di Cilangkap pada Kamis (1/12), yang isinya mendesak sidang istimewa (SI) MPR.

Parlemen tolak
Ketua MPR Zulkifli Hasan menegaskan pihaknya menolak permintaan sejumlah aktivis yang meminta bertemu dengan tujuan membicarakan perlunya SI MPR untuk meng-amendemen konstitusi dan mencabut mandat Jokowi-JK.

Zulkifli mengakui permintaan pertemuan itu ialah pada Jumat (2/12) siang. "Kalau ada agenda lain kan bisa di-salahpahami, dimanfaatkan pihak tertentu. Karena itu, saya sampaikan, kalau ada yang kemari, ya kita tolak, biar fokus di Monas. Jadi kalau ada yang mau memberikan aspirasi, silakan (datang) di minggu-minggu lain," ujar dia.

Ia melihat permintaan untuk amendemen UUD '45 itu sebagai aspirasi masyarakat. Karena itu, ia sempat bertemu kelompok tersebut sebelumnya. Hanya saja, momen kedatangan kali ini tak tepat.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengaku tidak yakin para aktivis yang ditangkap polisi itu akan berbuat makar. "Kalau pendapat pribadi saya, kebetulan saya kenal dengan sebagian dari mereka itu ialah orang-orang idealis dan patriotik. Kalau mereka mau menimbulkan makar, saya tidak yakin," ujarnya di Kantor DPP Partai Gerindra, Jakarta, kemarin. (Gol/Kim/P-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya