Edy Nasution Minta Hakim Kembalikan Uang, Mobil, hingga iPhone

Renatha Swasthy
01/12/2016 06:13
Edy Nasution Minta Hakim Kembalikan Uang, Mobil, hingga iPhone
(Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution saat sidang. -- MI/Susanto)

PANITERA Sekretaris PN Jakarta Pusat Edy Nasution meminta hakim supaya mengembalikan sejumlah harta yang disita penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia menyebut, harta yang disita itu tidak terkait perkara korupsi yang menyeretnya.

"Uang US$500 yang ada dalam dompet, SG$1800 yang ada dalam dompet, US$30ribu dan S$9000 mohon dikembalikan," kata Edy saat membacakan pembelaan atau pledoi di Pengadilan Tipikor, Rabu (30/11).

Edy juga meminta hakim supaya mengembalikan mobil Honda CRV, dua paspor yakni paspor dinas dan paspor pribadi, serta ponsel merek iPhone dan Nokia e90.

Permintaan itu, kata dia, lantaran ia adalah kepala keluarga yang harus menghidupi banyak orang. Dia masih memiliki seorang anak yang masih kuliah, serta ayah yang sakit menjadi tanggunganya.

"Semoga Yang Mulia mengabulkan permohonan saya karena uang dan barang itu saya peroleh dari kerja saya dan merupakan uang tabungan saya sendiri," ujar Edy.

Tidak cuma minta pengembalian uang, Edy juga meminta supaya hakim memberikan hukuman yang ringan. Dia mengaku tidak pernah menerima uang dari Lippo Group supaya perkara anak usaha Lippo lancar.

"Hadiah US$50,000 adalah ucapan terima kasih setelah berkas saya krim ke MA. Bahwa saya sangat menyesali perbuatan saya. Saya berjanji tidak akan melakukan perbuatan ini. Mohon kepada majelis menghukum saya seringan-ringannya," pinta Edy.

Edy dituntut delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider lima bulan kurungan. Edy dinilai terbukti menerima suap dan gratifikasi dari Lippo Group terkait sejumlah perkara yang ia tangani.

Tercatat, Edy menerima suap Rp1,5 miliar, Rp100 juta, US$50,000 serta Rp50 juta terkait pengurusan perkara anak usaha Lippo Group di PN Jakarta Pusat.

Bahwa selain menerima suap, Edy juga menerima gratifikasi sejumlah Rp10,350 juta, US$70,000 di mana US$50,000 diakui untuk pengurusan anak usaha Lippo Group sedang US$20,000 tidak diakui, serta S$9,852. Uang ditemukan saat penyidik menggeledah ruang kerja Edy.

"Uang yang disita di ruang kerja dan di dompet terdakwa ternyata tidak didukung satu alat bukti pun yang dapat diterima secara hukum bahwa uang tersebut adalah benar milik terdakwa yang tidak sah terlebih uang diakui diperoleh dari pengurusan gugatan, memori kasasi, gugatan perceraian dari pihak yang berperkara di PN Pusat," tambah ujar Jaksa Tito Jaelani saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, 21 November lalu.

Edy dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a dan Pasal 12B UU nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. (MTVN/OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya