Rakyat Berikrar Menjaga Kebinekaan

Akmal Fauzi
21/11/2016 07:05
Rakyat Berikrar Menjaga Kebinekaan
(MI/Panca Syurkani)

PENEGUHAN kebinekaan atau keberagaman sebagai bangsa Indonesia pascaaksi unjuk rasa 4 November lalu terus bergema. Dalam sepekan kemarin, berbagai kegiatan dilakukan di seluruh Nusantara, seperti apel kebinekaan dan olahraga (Tolerun).

Tak hanya itu, sejumlah pertemuan elite pun digelar dalam bingkai penguatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pertemuan elite pun berlanjut. Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, kemarin (Minggu, 20/11).

Sosiolog Universitas Gadjah Mada Arie Sudjito mengatakan fenomena gerakan kebinekaan sebagai bentuk keresahan masyarakat atas situasi dan kondisi politik akhir-akhir ini.

Gerakan itu juga, lanjut Arie, mengajak masyarakat agar tidak ikut larut dalam pusaran konflik dan kekerasan berlandaskan SARA yang berpotensi menimbulkan disintegrasi sosial, seperti pengeboman gereja di Samarinda, Kaltim.

Menurut dia, gerakan itu juga sebagai upaya untuk membangunkan kembali memori masyarakat Indonesia tentang indahnya keberagaman. "Upaya itu bermakna membangunkan kembali memori kolektivitas keindonesiaan," jelasnya saat dihubungi tadi malam.

Budayawan Radhar Panca Dahana berpandangan gerakan kebinekaan merupakan ekspresi dari masyarakat yang merasa terganggu kehidupan sosial mereka.

"Itu didasari pada satu sikap kebudayaan, yakni setiap orang menerima orang lain sebagai bagian dari dirinya. Orang-orang Indonesia sejak lama menganggap sesama penduduk sebagai orang-orang yang melengkapi dirinya," ungkap Radhar, kemarin.

Mencontoh Papua
Kapolri Jenderal Tito Karnavian, kemarin, menghadiri tablig akbar di Majelis Taklim Al Habib Al Alhabsy di Kwitang, Jakarta Pusat.

Tito mengatakan masyarakat harus saling menghormati. Mantan Kapolda Metro Jaya itu juga bercerita ketika menjabat sebagai Kapolda Papua yang warganya mayoritas Nasrani.

"Saya dua tahun Kapolda Papua, pertama kali kapolda Islam di sana. Pertama saya ditolak, tetapi saya berdialog dengan pastor dan uskup, Alhamdulillah, saya pulang (kembali ke Jakarta) mereka melepas dengan rasa tangis," tuturnya di hadapan jemaah.

Tito mengungkapkan jumlah kaum muslim di Papua sedikit ketimbang nonmuslim. Meski demikian, kehidupan mereka di Papua saling berdampingan. Tito mengajak umat Islam yang tinggal di Jakarta bisa meniru hal serupa agar tercipta kedamaian. "Kita (di Jakarta) memang mayoritas, tapi di beberapa tempat lain muslim minoritas," papar Tito.

Gayung bersambut, Ustaz Hafidz Lukman, salah satu ulama yang memberi tausiyah di acara itu, mengatakan keutuhan NKRI bisa dilihat dari bersatunya semua lapisan masyarakat. "Kita tidak boleh menyakiti orang lain. Kita bersatu untuk Indonesia. Indonesia ini ada Pancasila."

Terkait aksi demonstrasi pada 2 Desember di Jalan Sudirman-Thamrin, Jakarta, yang menuntut tersangka Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama ditangkap, Tito melarangnya. "Kalau dilakukan jalan protokol (Sudirman-Semanggi), undang-undang jelas melarang karena mengganggu ketertiban umum," tandasnya.

Mendagri Tjahjo Kumolo mengingatkan masyarakat yang berunjuk rasa agar santun. "Tidak anarkistis, jangan menghina lambang-lambang negara," kata Tjahjo di Samarinda, kemarin.

Kasus penistaan agama menjadi pelajaran semua pihak. "Jangan urusi rumah tangga orang lain. Silakan berdebat dengan kitab suci masing-masing."(Pro/Nyu/Ant/X-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Panji Arimurti
Berita Lainnya