Jokowi Layak Evaluasi Loyalitas Koalisi

Arif Hulwan
20/11/2016 16:48
Jokowi Layak Evaluasi Loyalitas Koalisi
(ANTARA)

MOMENTUM demonstrasi 4 November menjadi ajang bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melihat siapa kawan sesungguhnya. Sebab, ada partai politik (parpol) anggota kabinet yang diduga memanfaatkan unjuk rasa 4/11 itu untuk kepentingannya. Padahal, harga perpecahan masyarakat yang harus dibayarkan sangat mahal.

Peneliti Politik dari Para Syndicate Ari Nurcahyo mengatakan, anggota koalisi pendukung pemerintah saat ini layak dievaluasi. Di sekitar peristiwa 4/11, safari politik Jokowi yang bertujuan untuk konsolidasi bangsa tampak tidak didukung penuh oleh elite-elite parpol koalisi ataupun para menterinya. Presiden terlihat sendirian.

"Ada dugaan dan sinyalemen bahwa parpol pendukung ikut memanfaatkan situasi politik yang sempat gaduh. Presiden sangat wajar mengoreksi dan mengevaluasi partai di kabinet," ujarnya dalam diskusi bertema 'Politik Silaturahim dan Kocok Ulang Koalisi: Akankah Gerindra Merapat?', di Jakarta, Minggu (20/11).

Menurut dia, kursi mayoritas parpol pendukung pemerintah di DPR (386) tidak menjamin efektivitas pemerintahan. Jika memang Jokowi menimbang peluang masuknya Gerindra ke dalam pemerintahan, hal itu harus bertujuan untuk membangun koalisi yang stabil, loyal, dan efektif bagi pemerintahan.

"Ini bukan soal jumlah, tapi bagaimana konsolidasi politik menjamin stabilitas dan efektivitas," jelas Ari.

Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti menganalisis, skenario perombakan komposisi kabinet yang paling mungkin ialah dikeluarkannya dua parpol, yakni Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan. Peluang lebih tipis ada pada Partai Kebangkitan Bangsa.

"Momentum 4/11 ini menyadarkan Jokowi ada yang terlewatkan dalam mengelola politik, siapa kawan dan siapa yang hanya menumpang kekuasaan," ucapnya.

Ketiga parpol berbasis massa Islam ini tidak sigap dalam menangkis isu dugaan penistaan agama oleh Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama agar tidak menggoyang Jokowi secara pribadi.

Pernyataan-pernyatan elite, terutama PAN dan PPP, cenderung mengipasi aksi demo. Misalnya, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan yang bakal menerima pendemo 4/11 untuk menginap di Gedung MPR, di saat Pemerintah melarang itu.

Pemanfaatan isu dugaan penistaan agama, terutama oleh PPP dan PAN itu, lanjutnya, merupakan bagian dukungan kepada pasangan Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni di Pemilihan Kepala Daerah DKI. Sayangnya, itu mengabaikan efek perpecahan masyarakat yang terjadi.

Jika Partai Gerindra masuk sebagai pengganti PPP dan PAN, jumlah kursi pendukung Pemerintah di DPR hanya berkurang sedikit, dari 386 ke 371 kursi.

"Masih aman," ucap Ray.

Merapatnya Gerindra ini diindikasikan oleh dua pertemuan Jokowi-Prabowo pascaaksi 4/11, yakni,di Hambalang, Bogor, Jawa Barat, pada 31 Oktober, dan di Istana Merdeka, Jakarta, 17 November. Pernyataan-pernyataan Prabowo pun memiliki kesan adanya dukungan kuat kepada Jokowi.

"Dalam politik semua kemungkinan itu ada. Kalau Gerindra masuk, ada jaminan perubahan di kabinet 1-2 kursi (menteri)," imbuh Ray.

Peneliti Politik dari Indonesian Institute for Development and Democracy (Inded) Arif Susanto menambahkan, momentum 4/11 ini harus jadi peluang bagi Jokowi untuk tidak melakukan politik transaksional demi stabilitas Pemerintah. Koalisi yang efektif lebih disarankan.

Apalagi, jika orang dalam koalisi memanfaatkan isu tertentu untuk kepentingan politik kelompoknya tanpa memedulikan dampaknya terhadap persatuan bangsa secara umum.

"Bhinneka Tunggal Ika terlalu mahal untuk ditukar dengan kekuasaan," cetus Arif.

Seperti diberitakan sebelumya, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, seusai pertemuan dengan Jokowi di beranda Istana Merdeka, menepis kemungkinan masuknya dia ke gerbong pendukung Pemerintah. Walaupun, pertemuan keduanya semakin rutin dilakukan.

"Oh, tidak (bergabung). Demokrasi membutuhkan kritik. Pak Jokowi tidak pernah meminta Gerindra tidak mengkritik," aku Prabowo. "Beliau tidak minta kami membeo. Demokrasi yang moderen bukan membebek," imbuhnya. (OL-4)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya