Mantan Wamenkeu Diperiksa KPK Terkait KTP-E

Yogi Bayu Aji
15/11/2016 13:40
Mantan Wamenkeu Diperiksa KPK Terkait KTP-E
(Mantan Wakil Menteri Keuangan Anny Ratnawati diperiksa KPK sebagai saksi pada kasus korupsi proyek pengadaan paket e-KTP di kementerian dalam negeri tahun anggaran 2011-2012. -- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A.)

MANTAN Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anny Ratnawati dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia akan diperiksa dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (KTP-E) tahun anggaran 2011-2012.

"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka IR (mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman)," kata Pelaksana Harian (Plh) Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati di kantornya, Selasa (15/11).

Ini bukan pertama kali Anny harus berhadapan dengan penyidik Lembaga Antikorupsi. Dia pernah diperiksa penyidik pada April 2016 lalu.

Anny diduga kuat terkait perkara ini lantaran saat penyusunan anggaran proyek yang menelan Rp5,9 triliun tersebut bergulir, dia menjabat sebagai direktur jenderal anggaran Kemenkeu.

Selain Anny, KPK juga menjadwalkan memeriksa sejumlah saksi lainnya. Mereka adalah Ketua Bersama Konsorsium Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) Adres Ginting, Kepala Departemen Akuntansi Keuangan Umum Perum PNRI Budi Zuniarta, Direktur Produksi Perum PNRI Yuniarto, Staf Dirut Bidang Pengembangan Usaha Perum PNRI Haryoto, Aslinah, serta seorang swasta bernama Afdal Noverman.

"Mereka juga diperiksa untuk tersangka IR," papar dia.

KPK juga memeriksa mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto. Dia diperiksa sebagai tersangka.

KPK membuka kasus KTP-E kepada publik pada 22 April 2014. Terhitung sejak saat itu, KPK sudah dua tahun lebih menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan ini.

Kala itu, KPK menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka. Dia berperan sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek senilai Rp6 triliun.

Dalam catatan KPK, proyek tersebut tidak memiliki kesesuaian dalam teknologi yang dijanjikan pada kontrak tender dengan yang ada di lapangan. Proyek, sesuai perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), merugikan negara sebanyak Rp2 triliun.

Dalam perkembangnya, mantan Dirjen Dikcapil Irman juga ditetapkan jadi tersangka. Irman dan Sugiharto dikenakan Pasal 2 ayat 2 subsider ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 dan 64 ayat 1KUHP.

KPK memastikan perkara KTP-E tidak berhenti pada dua tersangka ini. Melihat besarnya kerugian negara, KPK pun menduga ada pihak lain yang 'bermain' di proyek ini.

"Kita ikuti penyidiknya. Alat bukti apa lagi, data apa lagi. Nanti, itu berdasarkan itu, kita lakukan tindakan berikutnya," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di kantornya, Selasa (15/11).

Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin sempat menyebut, Ketua Umum Golkar Setya Novanto terlibat dalam kasus ini. Novanto bersama dengan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut mengatur jalannya proyek KTP-E.

Novanto, kata Nazar, kecipratan fee 10% dari Paulus Tannos selaku pemilik PT Sandipala Arthaputra yang masuk anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia. Konsorsium ini memenangi tender proyek KTP-E.

Setya belum pernah dimintai keterangan terkait kasus ini hingga sekarang. Dalam berbagai kesempatan Novanto membantah tudingan Nazaruddin.

Terakhir, Nazaruddin menyebut mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-E. Menurut dia, Gamawan turut menerima gratifikasi. Namun, Gamawan membantahnya. (MTVN/OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya