Kepala Daerah Rentan Korupsi akibat Politik Transaksional

Cahya Mulyana
22/10/2016 21:39
Kepala Daerah Rentan Korupsi akibat Politik Transaksional
(Ilustrasi---MI)

POTRET buram pemerintahan daerah terungkap pekan ini ketika Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Tanggamus Bambang Kurniawaan, Wali Kota Madiun Bambang Irianto dan Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun sebagai tersangka tindak pidana korupsi. Perilaku korupsi kepala daerah diakibatkan politik transaksional.

"Tiga kepala daerah yang telah ditetapkan tersangka oleh KPK pada pekan ini menunjukan akibat dari mahalnya ongkos pemilihan kepala daerah serta ketertutupan penanggaran," terang peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Donal Fariz saat dihubungi Media Indonesia, Sabtu (22/10).

Menurutnya, sistem penanggaran, perizinan, dan pelayanan pemerintah daerah yang gelap masih banyak dipertahankan. Padahal itu adalah sarana utama tindak pidana korupsi kepala daerah.

Ia mengatakan, kepala daerah mudah terjerat korupsi karena kewenangannya tidak bisa dikontrol masyarakat. Hal itu seperti pengadaan barang dan jasa, juga pemberian izin yang masih tertutup menjadi modus tertinggi korupsi daerah.

"Sehingga berbagai kewenangan dalam pengadaan hingga perizinan sering disalahgunakan," ungakpnya.

Praktik korupsi tersebut, lanjut dia, dilakukan untuk menutupi tingginya biaya pemilihan kepala daerah.

Guna memutus kelangsungan sirkuasli korupsi tersebut perlu dilakukan dengan dua langkah, menerapkan sistem transparansi perizinan dan penganggaran.

"Selain itu patut untuk melakukan pembehahan dengan penataan partai dan pemilu yang bebas dari politik transaksional," tutupnya.

Diketahui pada Rabu (19/10), KPK telah mengungkap praktik korupsi kepala daerah akibat politik transaksional dan celah suap dalam pilkada.

Hal itu dengan menetapkan Bupati Buton, Sulawesi Tenggara, Samsu Umar Abdul Samiun sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kepada mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar.

"Untuk Bupati Buton sprindiknya (surat perintah penyidikan) sudah ada," kata pelaksana tugas (Plt) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Jakarta, Rabu (19/10).

Suap yang dilakukan Samsu bertujuan memuluskan perkara sengketa Pilkada Kabupaten Buton pada 2011. Pemberian suap Rp1 miliar oleh Samsu diakuinya saat bersaksi pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

"Saya transfer ke CV Ratu Samagat, Rp 1 miliar," kata Samsu saat bersaksi untuk terdakwa Akil Mochtar, di PN Tipikor Jakarta, 4 Maret 2014.

Sedangkan untuk perkara korupsi akibat ketertutupan sistem pemerintahan daerah, KPK juga telah menetapkan dua kepala daerah, Walikota Madiun Bambang Irianto dan Bupati Tanggamus Bambang Kurniawan.

KPK menjerat Bupati Tanggamus tersebut karena diduga telah memberikan suap terhadap sejumlah anggota DPRD Tanggamus.

"KPK sudah menetapkan Bupati Tanggamus (Bambang Kurniawan) sebagai terangka," ujar Wakil Ketua KPK Laode M Syarief saat dikonfirmasi, Kamis (20/10).

Bambang diduga memberikan sejumlah uang kepada anggota DPRD Tanggamus terkait pengesahan APBD Tanggamus tahun 2016. Tercatat, 13 anggota DPRD yang melaporkan dugaan gratifikasi itu dengan total uang yang diberikan mencapai Rp523.350.000.

Para anggota DPRD itu antara lain Agus Munada, Nursyahbana, Heri Ermawan, Baharen, Herlan Adianto, Sumiyati, Fahrizal, Tahzani, Kurnain, Ahmad Parid, Tri Wahyuningsih, Hailina, dan Diki Fauzi.

Jumlah uang yang diserahkan para anggota DPRD tersebut bervariasi. Agus menerima Rp65 juta, Nursyabana Rp40 juta, Heri Ermawan Rp30 juta, Baheran Rp64,8 juta, Herlan Adianto Rp65 juta, Sumiyati Rp38,6 juta. Kemudian, Fahrizal Rp30 juta, Tahzani Rp29,9 juta, Kurnain Rp Rp40 juta, Ahmad Parid Rp30 juta, Tri Wahyuningsih Rp30 juta, Hailina Rp30 juta dan Diki Rp30 juta.

Kemudian untuk Wali Kota Madiun Bambang Irianto, KPK telah menjeratnya karena diduga telah melakukan korupsi terkait proyek pasar di Madiun. Politikus Partai Demokrat itu juga diduga menerima sejumlah uang.

“KPK telah meningkatkan penyidikan sejalan dengan penetapan BI (Bambang) sebagai tersangka,” ungkap Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif di Gedung KPK, 17 Oktober.

Proyek pasar itu dikerjakan pada 2012 oleh perusahaan Bambang sendiri dengan nilai anggaran Rp 76,5 miliar.Penyelidikan kasus itu sudah dilakukan sejak 2012 lalu, ketika Kejaksaan Negeri Madiun menduga proses lelang dan pembangunan proyek pasar Madiun melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35/2011 tentang perubahan atas Perpres Nomor 54/2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya