Headline
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Surya Paloh tegaskan Partai NasDem akan lapang dada melakukan transformasi regenerasi.
Kumpulan Berita DPR RI
MANTAN Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengakui proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (KTP-E) sempat dibahas bersama dengan Wakil Presiden Boediono dan pejabat terkait saat itu. Anggaran pengadaan KTP-E bahkan dibahas sebelum diajukan.
Gamawan menjelaskan pembahasan saat itu dilakukan di tempat Wapres Boediono bersama pejabat terkait, termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Anggaran itu kan dibahas, bahkan sebelum diajukan. Dibahas dulu di tempat Wapres, bersama Bu Sri Mulyani juga. Jadi, kalau ada yang bilang Bu Sri Mulyani tidak ikut, itu bohong," jelas Gamawan di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (20/10).
Selain Boediono dan Sri Mulyani, pembahasan itu juga diikuti oleh Bappenas dan menteri-menteri terkait. Saat itu, Gamawan mengakui dirinya menolak mengerjakan proyek penerapan KTP-E.
Gamawan membeberkan, alasan penolakannya lantaran dia yang berasal dari daerah tidak memahami seluk-beluk di Jakarta. Apalagi, soal penerapan proyek KTP-E.
Kemudian Rancangan Anggaran Dasar terkait KTP-E disusun, dirinya meminta diaudit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
"Selesai diaudit BPKP itu, saya bawa ke KPK. Saya presentasikan di KPK lagi. Saran KPK saat itu, coba didampingi oleh LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah)," tuturnya.
Setelah proses audit selesai, jelasnya, barulah dimulai tender dengan didampingi oleh LKPP, BPKP, dan 15 kementerian. Malah, tegas Gamawan, dirinya tidak ikut dalam proses tender.
Masih tidak yakin soal tender pengadaan KTP-E, Gamawan kembali mengirimkan berkas ke BPKP untuk diaudit. Kemudian, sebelum kontrak ditandatangani, berkas dikirimkan kembali ke KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung.
"Karena pasal 83 Perpres 54 itu, kalau ada KKN, itu kontrak dapat dibatalkan. Kalau informasinya tidak ada KKN, bagaimana kita batalkan kontrak? Karena itu, saya minta tolong ke KPK, Kepolisian, dan Kejaksaan. Jadi, saya sudah sungguh-sungguh," ujar dia.
Gamawan juga mengklaim, berkas hasil laporan dari BPKP yang dikirimkan ke KPK itu belum dijawab secara tegas oleh lembaga antirasywah itu. Hal ini disayangkan oleh Gamawan.
Setelahnya, laporan itu juga diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) setiap tahunnya. Namun, BPK juga tidak menemukan adanya kerugian negara saat itu.
"Tiba-tiba, saya dapat kabar kalau ada kerugian Rp1,1 triliun," jelas dia.
Setelah mendapat kabar itu, Gamawan mengaku tidak merasa kecolongan. Sebab, dirinya hanya memegang hasil audit dan pemeriksaan, ditambah, pengawasan penerapan proyek KTP-E juga dinilai sudah sesuai prosedur oleh BPKP.
Sebelumnya, mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebut Menteri Keuangan yang saat itu menyetujui penerapan KTP-E yakni Agus Martowardojo, bukan Sri Mulyani.
Nazar bercerita, proyek KTP-E yang menelan dana Rp6 triliun menggunakan skema jamak tahun atau multiyears tahun 2011-2012. Namun, skema itu ditolak Sri Mulyani.
Cerita berubah ketika Agus yang menjabat sebagai Menkeu. Pertemuan antara eksekutif dan legislatif dilakukan dengan keputusan anggaran pengadaan KTP-E dengan skema multiyears 2011-2012 sah dikucurkan.
Kasus KTP-E diungkap ke publik pada 22 April 2014 silam. Terhitung sejak saat itu, KPK sudah dua tahun lebih menyidik kasus dugaan korupsi pengadaan ini.
Awalnya, KPK menetapkan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri Sugiharto sebagai tersangka. Dia berperan sebagai pejabat pembuat komitmen dalam proyek senilai Rp6 triliun.
Dalam catatan KPK, proyek tersebut tidak memiliki kesesuaian dalam teknologi yang dijanjikan pada kontrak tender dengan yang ada di lapangan. Proyek, sesuai perhitungan BPKP merugikan negara sebanyak Rp2 triliun.
Dalam perkembangnya, mantan Dirjen Dukcapil Irman juga ditetapkan jadi tersangka. Irman dan Sugiharto dikenakan Pasal 2 ayat 2 subsider ayat 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 dan 64 ayat 1KUHP.
Nazaruddin sempat menyebut, Ketua Umum Golkar Setya Novanto terlibat dalam kasus ini. Novanto bersama dengan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, disebut mengatur jalannya proyek KTP-E.
Novanto, kata Nazar, kecipratan fee 10% dari Paulus Tannos selaku pemilik PT Sandipala Arthaputra yang masuk anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia. Konsorsium ini memenangi tender proyek KTP-E. Setya belum pernah dimintai keterangan terkait kasus ini hingga sekarang.
Dalam berbagai kesempatan Novanto membantah tudingan Nazaruddin. Terakhir, Nazaruddin menyebut mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi terlibat kasus dugaan korupsi pengadaan KTP-E.
Menurut dia, Gamawan turut menerima gratifikasi. Namun, Gamawan membantahnya. (MTVN/OL-3)
Copyright @ 2025 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved