KPK Teliti Kualitas Chip KTP-E

Cahya Mulyana
13/10/2016 14:33
KPK Teliti Kualitas Chip KTP-E
(ANTARA)

KOMISI Pemberantasan Korupsi (KPK) terus usut kasus dugaan korupsi proyek KTP Elektronik (KPT-E) tahun anggaran 2011-2012.

KPK memeriksa dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) Maman Budiman dan staf pengajar di ITB Saiful Akbar sebagai saksi untuk mendalami kualitas teknologi chip KTP-E.

"Maman dan Saiful, mereka akan diperiksa untuk mendalami kualitas teknologi chip KTP-E," terang Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, di Gedung KPK, Kamis (13/10).

Menururnya, keterangan Maman ini untuk mendalami proses penyidikan. Maman diperiksa untuk tersangka pada kasus yang merugikan negara anggaran Rp2 triliun ini sekaligus mantan Dirjen Dukcapil, Irman.

"Dan yang bersangkutan jadi saksi untuk tersangka IR (Irman)," katanya.

Selain Maman dan Saiful, lanjut dia, KPK juga memeriksa PNS Pusat Komunikasi Kementerian Luar Negeri Kristian Ibrahim Moekmin yang juga diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Irman.

Krisitian akan diminta keterangan soal proses pengadaan proyek yang menelan anggaran Rp6 triliun itu.

"Sementara itu untuk mendalami proses pengadaanya," tutupnya.

Pada 30 September 2016 lalu, KPK menetapkan mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri, Irman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proyek KTP-E tahun 2011-2012. Irman diduga melakukan korupsi secara bersama-sama dengan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Sugiharto.

Sugiharto yang pernah menjabat Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil Kemendagri itu sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

Irman dan Sugiharto dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

KPK sendiri telah mendalami kasus dugaan korupsi proyek KTP-E tahun 2011-2012 ini pada tingkat penyidikan hingga dua tahun lebih. Baik Irman maupun Sugiharto, dalam sengkarut proyek senilai Rp6 triliun itu diduga telah menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp2 triliun. (OL-3)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Berita Lainnya