3 Calon yang Dapat Lampu Hijau

Rudy Polycarpus
11/10/2016 05:00
3 Calon yang Dapat Lampu Hijau
(MI/SUSANTO)

DARI 85 calon hakim ad hoc pengadilan tindak pidana korupsi yang diinvestigasi rekam jejaknya oleh Koalisi Masyarakat Pemantau Keadilan, hanya tiga calon yang mendapatkan lampu hijau.

Calon hakim lainnya dinilai tidak mempunyai integritas, bahkan ada yang tidak berkompeten untuk menjadi hakim.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Aradila Caesar mengatakan, dari 85 calon hakim, pihaknya melakukan penelusuran rekam jejak terhadap 58 orang.

Sisanya tak dapat ditelusuri.

Sebanyak 49 calon masuk kategori merah alias tidak layak.

Enam calon diberi label kuning yang artinya patut dipertimbangkan.

"Paling banyak karena calon-calon tidak punya kompetensi yang baik. Harapannya sudah punya pemahaman di tindak pidana korupsi. Sayangnya orang-orang ini tidak punya pemahaman. Bahkan ketika ditanya, misalnya, yang paling sederhana itu bentuk-bentuk korupsi, ada yang dia tidak tidak paham," kata dia seusai menyerahkan hasil rekam jejak 58 calon kepada Ketua Pansel sekaligus hakim agung Artidjo Alkostar di Gedung MA, Jakarta, kemarin.

Ada tiga aspek yang menjadi dasar penilaian dalam hasil rekam jejak tersebut, yakni integritas, kompetensi, dan independensi. Aspek integritas, kata dia, bertujuan melihat apakah calon tersebut mempunyai catatan negatif.

"Misalnya adalah advokat hitam lalu hakim yang pernah terima suap kalau dia mantan hakim. Memang sudah kita temukan nama calon yang sangat bermasalah," cetusnya.

Dari sisi independensi, koalisi juga menemukan calon hakim yang pernah gagal dalam Pemilihan Legislatif 2014.

Meski calon tesebut tidak lagi tercatat sebagai anggota parpol, Aradila mengusulkan agar nama tersebut dicoret.

Selain itu, pihaknya menemukan calon-calon yang terindikasi sebagai pemburu lowongan kerja.

"Harus ada jeda antara mau jadi hakim tipikor dan keluarnya mereka dari partai politik. Istilahnya harus hilang dulu simpati mereka kepada parpol," Aradila menjelaskan.


Disepakati

Artidjo, kata Aradila, menyepakati hasil penelusuran rekam jejak calon hakim ad hoc tipikor yang disampaikan koalisi.

"Dari pertemuan tadi memang disepakati beberapa hal soal indikator-indikator yang kami pakai," pungkasnya.

Proses seleksi calon hakim tipikor selanjutnya bakal digelar pada Rabu (12/10) dengan tes wawancara.

Juru bicara MA Suhadi mengatakan pihaknya menyambut baik laporan KPP.

Ia menambahkan, tim pansel hakim ad hoc tipikor tentunya akan mempertimbangkan hasil penelusuran tersebut.

"Tim tentu akan mempertimbangkan hasil dari KPP," kata Suhadi.

Panitia Seleksi Calon Hakim Ad Hoc Tipikor sebelumnya telah meloloskan 85 calon hakim yang akan memasuki tahapan profile assessment dan seleksi wawancara.

Dari 85 calon, mayoritas peserta merupakan advokat, 14 hakim dan/atau mantan hakim, 6 panitera dan/atau mantan panitera, 5 karyawan swasta, 8 PNS, dan 4 TNI/purnawirawan.

Ketika dihubungi terpisah, komisioner Komisi Yudisial Farid Wajdi mengatakan hasil penelurusan Koalisi Masyarakat Pemantau Keadilan menunjukkan MA membutuhkan mitra untuk memperkuat proses seleksi calon hakim ad hoc.

Ia menegaskan masukan masyarakat menjadi bahan pertimbangan penting bagi MA untuk menyaring calon berkualitas.

"Untuk calon hakim ad hoc tipikor, itu memang bukan tugas KY. Tahun kemarin memang kami dilibatkan untuk menelusuri rekam jejak, tapi tahun ini anggaran kami sudah dipotong. Jadi, tak lagi mampu," tandasnya.

Wakil Ketua Komisi Yudisial Sukma Violeta sangat mendukung bila integritas menjadi kriteria utama pemilihan hakim ad hoc tipikor.

Menurutnya, integritas menjadi penjamin bahwa seseorang yang berada di jabatan tersebut harus bebas dari perilaku koruptif.

"Tidak ada kompromi mengenai integritas, kemudian dari segi kualitas, dan kemampuan bekerja sama," kata Sukma. (P-5)



Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zen
Berita Lainnya